13 Oktober 2014
This
is life, nak. Aku terus
mengingat kata-kata itu. Masih terngiang dengan jelas. Saat itu aku hanya gadis
beusia 18 tahun yang menginginkan status pendidikan lebih baik. Paling tidak,
bisa mengais ilmu di instansi pendidikan tinggi untuk meraih satu gelar sebagai
kado ulang tahun ayah saja sudah cukup bagiku.
Untuk anak seusiaku, aku
memiliki idealisme yang relatif besar. Atau bisa jadi sangat besar. Entah apa
yang melatar belakangi semua itu. Hatiku
memang terlihat kuat dan tangguh. Tetapi, mereka tidak tahu bahwa jauh di
dalamnya telah luluh. Aku tahu sekarang alasan dibalik semua kekerasan di
kemasan luar itu, karena di dalamnya ada sesuatu yang rusak atau yang telah
kehilangan fungsi sehingga satu-satunya cara untuk membuatnya “aman” adalah
dengan bepura-pura.
Mungkin aku yang terlalu berlagak sok
pahlawan. Ingin merangkul semua orang, tetapi bisa apa jika aku sendiri tidak
memiliki tangan untuk melakukannya? Bukankah aku bisa melakukannya jika aku
bisa menyentuh mereka?
Aku terlahir dari sebuah keluarga
sederhana yang kemudian merangsak menjadi keluarga yang bisa dibilang limit. Apalagi
untuk urusan ekonomi. Tetapi satu hal yang membuatku yakin bahwa aku bisa
karena aku telah berjuang sejauh ini. Jika aku belum melihat hasil, artinya
perjuanganku belum berakhir dan jalanku selanjutnya sudah dipersiapkan. Itu saja
mungkin. Alasan lainnya aku tidak begitu paham.
(Sumber : www.google.com)
Seperti berjalan pada
gurun pasir yang sangat panjang dan gersang. Kau akan sering tersesat dan kau akan
sering tertipu karena matamu ternyata menipu hatimu. Kau sering mengalami
dehidrasi semangat. Ketika kau sadar bahwa jalan yang kau lalui ternyata tidak
mengenal ujung. Atau tidak ada pemberhentian sementara untuk merebahka jiwamu
yang telah babak belur oleh lelah. Tetapi, kau tidak mampu meronta pada takdir.
Kau hanya bisa berjalan perlahan menggunakan sisa semangatmu yang kau kumpulkan
lagi dari kotoran di jalanan. Seperti itu kira-kira rasanya.
Aku sering terjatuh. Sudah
tidak terhitung. Setiap luka yang aku peroleh aku kumpulkan dalam sebuah kotak
rahasia. Kini kotak itu aku sembunyikan di dalam hatiku yang paling hambar. Aku
segel dengan sangat rapat dan hanya aku yang bisa membukanya.
Terkadang, ada moment yang
ingin aku saksikan sekali lagi. Meskipun orang di dalam video yang kita sebut
kenangan itu bisa jadi sudah tidak ada atau sudah tidak seperti yang dulu. Tetapi,
setidaknya mereka “pernah” ada dan sempat menyematkan semua warna yang
melengkapi putihku.
Kini, aku ingin membuka
rekaman itu sekali lagi.
Tentang seorang manusia
kecil yang berharap bisa menjadi manusia “besar” yang akan dilihat. Mungkin orang
itu lupa dengan konsep “ada gula ada semut”. Dia tidak percaya sama sekali
dengan konsep itu karena dia berharap ada setitik ketulusan yang memancar dalam
setiap hati manusia. Siapapun itu.
Dia sering mengalami
kesulitan dalam menjalani hidupnya. Terkadang kehidupan begitu bersahabat
hingga membuat dia mengalami banyak ujian dari yang semestinya. Entah sekarang
sudah level berapa. Yang aku tahu, dia tidak pernah sekalipun menyerah dalam
menaikkan satu level kualitas hidupnya.
Hari ini dia mengalami hal
serupa. Bahwa adakalanya dunia ini memang menganut konsep “uang selalu
berbicara”.
Dia hanya memandang
cangkir kopinya dengan tatapan kosong. Entah apa yang dipikirkannya. Ada banyak
dollar yang menggantung dengan enggan di puncak pikirnya. Ada juga sekelebat
kata-kata yang pernah membuat goresan di hatinya dengan sangat sempurna. terlalu
sempurna hingga dia hafal betul bagaimana polanya.
Dia tidak pernah berhenti
untuk mencari “hidup”. Meskipun harus berpanas-panas dan berhujan-hujanan
dengan peluhnya sendiri. Dia jarang mengeluh. Jika telah sampai pada saat semua
bill menumpuk dengan indah di atas meja kerjanya, maka dia akan mengambil
secarik kertas dan menuliskan sebuah kalimat seperti ini,
“Tuhan,
aku tahu Kau satu-satunya yang luar biasa. Maka, bantu aku menemukan jalan yang
luar biasa untuk menghadapi ini.”
Saat ini dia sudah
menginjak usia 21 tahun. Tetapi, ada beban yang membuat berat dalam setiap
langkah yang dia tempuh. Setiap kali ada kebutuhan yang belum tercapai, dia
hanya tersenyum dan meyakini bahwa 5 tahun dari sekarang dia akan bisa
menghidupi lebih dari 14 orang di sekitarnya. Mengapa angka 14? Ada alasan yang
sampai sekarang aku sendiri juga tidak pernah paham mengapa dia menyematkan
angka 14 itu.
Dia adalah aku.
Yang menuliskan surat
kaleng ini pada malaikat-malaikat Tuhan dan akan menyebarkannya pada
mimpi-mimpi di malam gelap. Aku tahu Tuhan sedang memelukku lebih erat. Aku hanya
ingin menangis dalam pelukannya. Dan semoga aku tidak menangis dalam
kemurkaannya.
Amin.
Dhe
Komentar
Posting Komentar