Masih terdiam
sembari mendengarkan pria paruh baya itu berbicara. Dari gaya bicaranya sudah
bisa dipastikan bahwa pria yang tepat duduk di sampingku itu adalah seseroang
yang very well-educated. Aku, dengan
sikap sopan dan sesekali menatap mata pria itu masih saja terhanyut pada cerita
panjang kehidupannya yang terpaksa harus beliau ringkas karena Taman Dayu
(tempatku turun dari bis malam itu) sudah cukup dekat. Setelah berterima kasih
karena telah membayar ongkos bisku, aku pun pamit. Ah, semoga Tuhan memberkati
pria baik yang akhirnya aku tahu adalah seorang dosen di sebuah perguruan
tinggi negeri di kotaku itu.
Aku turun dari
bis malam, segera menghampiri seseorang yang sedang menghabiskan mocca float-nya di KFC Taman Dayu. Kami duduk
berhadapan. Sedikit basa-basi kemudian saling memanjangkan lidah untuk bertukar
cerita. Masing-masing dari kami tertawa, serius menyimak, tidak banyak menimpali,
lebih banyak mendengarkan. Hal itulah yang selalu aku lakukan jika aku sedang
bersama gadis itu. Gadis yang sebentar lagi melepas status gadisnya itu. Usianya
dua tahun di atasku. Lebih seperti kakak, tetapi kami bertukar pikiran seperti
partner. Saling membetulkan letak panah dan juga mengasah tajam bilah pedang
yang akan kami gunakan untuk bertempur di belantara, yang orang bilang sebagai.
. . . kehidupan.
Mungkin kami
masih sangat ingusan, masih belum paham juga tentang tata cara membaca peta
atau menunjuk arah mata angin jika sewaktu-waktu kami tersesat. Tetapi kami
percaya, hidup akan membawa kami pada arus yang memang seharusnya kita hadapi.
Malam itu, masih
di KFC Taman Dayu. Dengan pemadangan truck-truck malam yang saling beradu cepat
dengan bis jalanan, aku mengungkapkan keputusan terbesarku. Bahwa aku telah
resign dari part time job-ku sebagai
pengajar privat. Raut mukanya sedikit berubah. Kemudian senyum itu kembali
merekah ketika aku membeberkan secara gamblang segala pertimbangan yang aku
pikirkan. She think exactly the way I
think.
Keputusan
terbesar dalam hidup yang pernah aku ambil adalah merelakan mimpiku terbang
bersama angina. Tidak lagi terbang bersamaku. Karena, semakin waktu berjalan
dengan caranya, aku semakin paham dimana kehidupan akan membawaku. Aku hanya
perlu banyak bersyukur. Itu saja.
We're Warrior |
Bukan perkara
yang mudah untuk melepaskan mimpiku, terlebih siapapun tahu bahwa aku ingin
menyandang gelar Master. Siapapun yang mengenal Della Rosalita dengan baik. Untuk
beberapa saat kemudian aku merasa buta. Tidak mampu membedakan mana fantasy
mana reality. Sayapku yang dulu aku banggakan, harus aku gunting dengan paksa
karena aku sadar bahwa langit masih terlalu jauh untuk kugapai.
Gadis itu lantas
mendengarkanku lagi. Kali ini tentang keluargaku. Tentang pertentangan dan
perdebatan yang semakin sengit tanpa ujung itu. Aku nyaris menangis, tetapi air
mataku terlalu berharga jika aku jatuhkan untuk hal yang sama. Maka, akun pun
tertawa dan berkata “Ahh, begitulah kehidupan. Bagaimana denganmu? Calon
suamimu sehat?”
Perbincangan masih
berlanjut, hingga banyak sekali pelajaran hidup yang aku tangkap dari pertemuan
malam di kota kecil dekat Ibukota Jawa Timur itu. Sangat mengesankan. Gadis itu
juga memberikanku sedikit gambaran tentang pernikahan. Tentang rasa takut yang
pasti akan dialami semua pasangan yang akan menikah. Tentang bagaimana
menyatukan ‘dompet’ dua orang hingga bisa berwujud rumah atau bahkan
mobil. Aku banyak belajar hal baru.
Dan, sekali lagi
aku merasa kehilangan harmoni. Nadaku semakin sumbang, sementara suaraku
semakin serak. Aku membutuhkan sesuatu yang aku sendiri bahkan tidak tahu hal itu
apa. Aku mencari tetapi aku justru tersesat dan tidak bisa menemukan jalan
pulang. Kemudian gadis itu menghampiriku dan menunjukkan bahwa bintang di
langit masih bersinar terang jika aku kehilangan kompas. Aku tidak perlu takut
akan kehilangan arah. Karena dunia masih sama. Hanya saja, kita yang harus
berubah. Karena level kehidupan yang aku hadapi juga terus meningkat. Maka,
malam itu juga gadis itu membantuku mengasah bilah pedang dan juga mengajariku
cara memanah yang benar. Dan, aku pikir aku sudah menemukan kembali harmoniku.
Della Rosalita
Komentar
Posting Komentar