Langsung ke konten utama

Put the Gun up, Warrior !!!



Masih terdiam sembari mendengarkan pria paruh baya itu berbicara. Dari gaya bicaranya sudah bisa dipastikan bahwa pria yang tepat duduk di sampingku itu adalah seseroang yang very well-educated. Aku, dengan sikap sopan dan sesekali menatap mata pria itu masih saja terhanyut pada cerita panjang kehidupannya yang terpaksa harus beliau ringkas karena Taman Dayu (tempatku turun dari bis malam itu) sudah cukup dekat. Setelah berterima kasih karena telah membayar ongkos bisku, aku pun pamit. Ah, semoga Tuhan memberkati pria baik yang akhirnya aku tahu adalah seorang dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di kotaku itu. 

Aku turun dari bis malam, segera menghampiri seseorang yang sedang menghabiskan mocca float-nya di KFC Taman Dayu. Kami duduk berhadapan. Sedikit basa-basi kemudian saling memanjangkan lidah untuk bertukar cerita. Masing-masing dari kami tertawa, serius menyimak, tidak banyak menimpali, lebih banyak mendengarkan. Hal itulah yang selalu aku lakukan jika aku sedang bersama gadis itu. Gadis yang sebentar lagi melepas status gadisnya itu. Usianya dua tahun di atasku. Lebih seperti kakak, tetapi kami bertukar pikiran seperti partner. Saling membetulkan letak panah dan juga mengasah tajam bilah pedang yang akan kami gunakan untuk bertempur di belantara, yang orang bilang sebagai. . .  . kehidupan.

Mungkin kami masih sangat ingusan, masih belum paham juga tentang tata cara membaca peta atau menunjuk arah mata angin jika sewaktu-waktu kami tersesat. Tetapi kami percaya, hidup akan membawa kami pada arus yang memang seharusnya kita hadapi. 

Malam itu, masih di KFC Taman Dayu. Dengan pemadangan truck-truck malam yang saling beradu cepat dengan bis jalanan, aku mengungkapkan keputusan terbesarku. Bahwa aku telah resign dari part time job-ku sebagai pengajar privat. Raut mukanya sedikit berubah. Kemudian senyum itu kembali merekah ketika aku membeberkan secara gamblang segala pertimbangan yang aku pikirkan. She think exactly the way I think.

Keputusan terbesar dalam hidup yang pernah aku ambil adalah merelakan mimpiku terbang bersama angina. Tidak lagi terbang bersamaku. Karena, semakin waktu berjalan dengan caranya, aku semakin paham dimana kehidupan akan membawaku. Aku hanya perlu banyak bersyukur. Itu saja.
We're Warrior

Bukan perkara yang mudah untuk melepaskan mimpiku, terlebih siapapun tahu bahwa aku ingin menyandang gelar Master. Siapapun yang mengenal Della Rosalita dengan baik. Untuk beberapa saat kemudian aku merasa buta. Tidak mampu membedakan mana fantasy mana reality. Sayapku yang dulu aku banggakan, harus aku gunting dengan paksa karena aku sadar bahwa langit masih terlalu jauh untuk kugapai.

Gadis itu lantas mendengarkanku lagi. Kali ini tentang keluargaku. Tentang pertentangan dan perdebatan yang semakin sengit tanpa ujung itu. Aku nyaris menangis, tetapi air mataku terlalu berharga jika aku jatuhkan untuk hal yang sama. Maka, akun pun tertawa dan berkata “Ahh, begitulah kehidupan. Bagaimana denganmu? Calon suamimu sehat?”

Perbincangan masih berlanjut, hingga banyak sekali pelajaran hidup yang aku tangkap dari pertemuan malam di kota kecil dekat Ibukota Jawa Timur itu. Sangat mengesankan. Gadis itu juga memberikanku sedikit gambaran tentang pernikahan. Tentang rasa takut yang pasti akan dialami semua pasangan yang akan menikah. Tentang bagaimana menyatukan ‘dompet’ dua orang hingga bisa berwujud rumah atau bahkan mobil.  Aku banyak belajar hal baru. 

Dan, sekali lagi aku merasa kehilangan harmoni. Nadaku semakin sumbang, sementara suaraku semakin serak. Aku membutuhkan sesuatu yang aku sendiri bahkan tidak tahu hal itu apa. Aku mencari tetapi aku justru tersesat dan tidak bisa menemukan jalan pulang. Kemudian gadis itu menghampiriku dan menunjukkan bahwa bintang di langit masih bersinar terang jika aku kehilangan kompas. Aku tidak perlu takut akan kehilangan arah. Karena dunia masih sama. Hanya saja, kita yang harus berubah. Karena level kehidupan yang aku hadapi juga terus meningkat. Maka, malam itu juga gadis itu membantuku mengasah bilah pedang dan juga mengajariku cara memanah yang benar. Dan, aku pikir aku sudah menemukan kembali harmoniku.


Della Rosalita

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku ingin pulang......

Pulang. Aku ingin pulang dan menghambur pelukan yang hangat pada siapapun yang kusebut “dia”. Aku ingin pulang dan meletakkan semua kesedihan pada karung kumal untuk kusembunyikan di gudang penyimpanan. Biar tikus dan kecoa menghancurkannya perlahan. Perlahan hingga tanpa sisa, tanpa bekas sedikitpun. Aku lupa arah yang membawaku ke jalan dimana aku kecil adalah Putri Kecil. Aku mungkin akan pulang membawa luka yang lebih parah dari sebelumnya. Tapi aku tidak akan terlihat begitu menyedihkan. Hanya saja aku akan datang dengan kemasan yang berbeda. Menyembunyikan sedikit memar yang tampak. Menyuguhkan senyum manja. Seperti yang sudah-sudah, aku akan mengangkat tinggi-tinggi kepalaku dan tidak akan menunduk lagi.    Pulang. Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan roti buatan bunda atau cerita pendek ayah sepulang kerja. Sudah lama hingga aku sadar selama ini aku hanya ditemani nyamuk-nyamuk yang putus harapan. Atau kotak-kotak indah yang dalamnya ternyata hanyalah s...

Now...

Karena hidup adalah sekarang. Bukan kemarin, bukan besok. Dan aku butuh waktu lama untuk menyadarinya. Secuil aku secara tidak sadar mulai hidup kembali dengan kemasan yang baru. Dengan raga yang baru. Dengan ketangguhan yang setiap hari kuamini di setiap doa atas nama orang-orang terkasih. Seperti itulah proses kehidupan, dari sebuah titik hingga menjadi kalimat. Dari sebuah aku sampai menjadi kita. Seperti itulah cara Tuhan menjaga keseimbangan semesta raya dengan rumus empirisnya.  Hidup akan mengikis siapapun yang memilih diam. Yang memilih   menggali lubangnya sendiri. Karena untuk mendaki ketangguhan dibutuhkan sedikit rasa berani. Hanya sedikit, agar manusia tidak menjadi begitu sombong. Hanya sedikit, karena Tuhan menciptakan semuanya sudah pada proporsinya. Tidak kurang. Tidak lebih. Maka, seperti itulah bahagia. Tidak pernah lebih, tidak pernah kurang. Lalu tentang hati, ada password yang harus mereka pecahkan untuk menjajahi hatiku, juga hatimu. Jangan ...

Rindu

Ada rindu yang hanya tanggal secarik tulisan usang. Yang menatapku lekat-lekat di kamar 4x4 dengan harap yang tak lagi hidup. Sudah lama mati. Rindu itu menjelma malam yang dingin yang pasrah dijajah pagi, menjelma awan hitam yang kelihatannya kuat tetapi ketika disentuh hanyalah gantungan asap yang rapuh. Rindu itu semrawut, tidak tertata dengan indah seperti buku cokelat yang kuhadiahkan sebagai kado ulangtahun pada seseorang.  Rindu itu kacau. Semakin kau tahan, semakin manja dan tak tahu diri. Mungkin, di antara aku dan kamu, ada pesan yang belum tersampai. Ada naskah yang belum sempat diketik ulang, ada banyak proposal yang belum sempat ditantangani, dan ada ribuan kata yang belum sempat dideklarasikan. Lalu, jika pagi datang dengan senyumnya, aku mengingat segala ucapan semangat dan selamat pagi yang dulu sering membanjiri kotak masuk phonecellku hingga penuh sesak. Tapi seiring dewasanya pagi, semuanya sepi. Hening. Alam seakan tidak mau berisik karena tak...