Langsung ke konten utama

IT'S STILL ABOUT PERSPECTIVE

"Dunia tidak kekurangan orang yang baik, dunia hanya kekurangan orang yang mau menghargai pilihan orang lain. Itu saja."

Masih di gedung yang sama, masih bersama orang yang sama dengan kondisi yang masih sama, bedanya hari ini kita lebih 'segar' dalam memandang kehidupan. Bersama Jane. Aku pikir pertemuan ini akan menjadi pertemuan yang saling menguatkan, menginspirasi dengan jalan hidup masing-masing yang sudah hampir lima tahun lamanya tidak pernah terkait. Aku pikir kehidupannya akan sedikit lebih mudah, akan sedikit lebih ceria dan lebih mengesankan dari sebelumnya. Tetapi ekspektasiku tampaknya terlalu berlebihan untuknya.

Tidak ada cokelat panas atau kopi susu hari ini. Hanya air putih dalam balutan gelas wine bening yang menawan. Yah, selera hotel ini masih tetap saja sama, meskipun beberapa orang telah berubah. Mode berubah, kebiasaan berubah, pemikiran orang-orang juga berubah, hampir setiap elemen kehidupan yang aku temui selalu ada revisi. Entah itu pembaharuan yang sangat kental atau hanya sebuah revisi yang smooth. Tetapi aku masih menyukai konsep natural and semi romantic cafe di hotel ini, caranya menjaga herritage miliknya sendiri. Menurutku ini luar biasa, khususnya bagi orang-orang lawas seperti aku dan Jane. Setidaknya kami bisa kembali menyelami dunia lima tahun lalu dengan versi yang berbeda. 

Jane adalah satu diantara banyaknya orang atau anak yang memilih jalan diluar kendalinya sendiri. Hidup bukan sepenuhnya milih dirinya, raganya hanya menumpang bernafas. Jiwanya terpenjara dan bibirnya terkunci rapat dengan gembok bergambar senyuman. Sedih. Aku masih melihat Jane sebagai sahabatku yang rapuh lima tahun lalu di saat nilai mata kuliahnya tidak pernah memuaskan sekalipun. Aku masih berpikir ada satu atau dua titik kehidupan yang masih pantas dia dapatkan, meskipun itu sedikit. Aku hanya berpikir tentang kemungkinan dan harapan. Setiap orang pantas memperoleh previlege itu.

Jane mengajarkanku satu hal yang penting dalam kehidupan : bahwa memberontak tidak selamanya buruk (jika orang punya sedikit keberanian untuk melakukannya). Setiap orang punya alasan, punya background yang tidak pernah kita lihat atau mungkin memang tidak pernah diperlihatkan sehingga beberapa orang akan mudah terjatuh oleh 'asumsi'. Asumsinya sendiri dan asumsi orang lain terhadap dirinya sendiri. Tidak jarang, asumsi itulah yang akhirnya membuat kubangan besar untuk kehidupannya. Terjatuh tanpa ampun dan sulit merangkak ke atas. 

Pin by agustina on aioria de leo | Night circus, Bird, Pusha t
 
Dan saat ini diriku tidak sedang menghakimi Jane atau siapapun. Setiap orang punya pilihan, kau dan pilihanmu. Aku dengan pilihanku. Lucunya, tidak semua orang bisa menerima itu. Dan sialnya lagi, seringkali hal itu justru datang dari orang terdekatmu. Orang terdekat yang seharusnya menjadi support system utama dan pertama. Jane tersenyum getir. Aku tahu persis makna senyuman itu. Sunggingan senyum yang terpaksa dibuat untuk menyenangkan orang lain. Baginya, kebahagiaan orang lain adalah yang terpenting, tidak ada bahagia baginya. Aku menatap tajam mata hitam bundarnya. Ingin sekali aku merengkuh jiwanya dan berkata "Tidak apa-apa, Jane. Kau masih punya aku, sahabatmu." Tetapi aku tidak mampu mengatakan sepatah kata pun, karena pada kenyataannya aku pun memang tidak bisa berbuat apa-apa untuk kehidupannya. 

Jane sudah menggelindingkan satu roda kehidupannya menuju ke arah yang dia buat dengan acak, tanpa kompas. Andai aku bisa memegang satu lagi kendali roda kehidupannya, batinku. Aku menghela nafas panjang sambil meneguk air tawar yang semakin terasa getir itu. Janeku, kau tidak seharusnya menanggung beban yang bukan milikmu. Kau tidak seharusnya berjalan di atas jalan yang bukan diperuntukkan untukmu. Kau tidak seharusnya menggunakan pakaian yang tidak dirancang untuk dirimu. Dan kau tidak perlu membagi bunga mawar kepada siapapun yang tidak pantas kau beri. It's not the way it works, Jane.
 
Denting jam sudah menunjukkan waktu kita berpisah. Jane sudah bersiap dengan setelan kemejanya yang rapi, yang membuat wanita itu tampak terlihat semakin cantik. Meskipun tidak semua orang dapat melihat ada guratan sayap kupu-kupu yang terpotong di bagian punggungnya.  Jane masih menyungging senyum yang sama, namun kali ini dibumbui dengan sedikit kejujuran. Aku sedikit lega. Aku selipkan note kecil dibalik tangannya yang halus sembari berlalu menuju lobi dan berpisah di pintu parkiran utama.

Aku melihat banyak cita-cita harus tergadai. Aku melihat banyak impian dan harapan yang dibakar dengan sadis di depan mataku. Aku melihat banyak kekebasan yang terpasung dibalik bilik bernama 'hubungan'. Entah hubungan kekeluargaan, hubungan pertemanan ataupun hubungan kekerabatan. Aku hanya berharap tidak ada Jane-Jane selanjutnya. Aku hanya berharap ada sayap kupu-kupu yang berhasil terbang tinggi menembus batas harapan dari pemiliknya. Tidak ada lagi air mata karena sebuah keegoisan dari satu pihak. Tidak ada lagi hubungan yang hancur atau hati yang patah karena merasa 'dikhianati', padahal mereka hanya memilih jalur yang mereka kehendaki. Tanpa bermaksud menyakiti. Sayangnya, tidak semua bisa melihat dan memahami.

Tidak semua harapan bisa kita titipkan kepada orang lain. Tidak semua kalimat yang terputus harus diselesaikan oleh generasi selanjutnya. Tidak semua yang merah harus selamanya merah. Sama sekali tidak. Kadang, kita harus membiarkan orang yang paling kita cintai mengejar pesawat menuju penerbangan yang ia kehendaki. Kadang, kita harus merelakan orang-orang berlalu menemui pasangan hidupnya. Apapun itu yang aku sebut pilihan. Kau bisa menjadi apa saja yang kau kehendaki tanpa harus merasa sungkan. Kau tidak harus menjadi serba salah karena mengecewakan orang-orang di sekitarmu. Karena tidak semua orang memiliki kacamata seperti yang kau miliki. Tidak semua orang memiliki ketahanan yang sama seperti yang kau jalani. 

Tulisan sederhana untuk Jane itu, aku harap bisa sedikit membukakan gembok kehidupannya yang mulai berkarat. Semoga saja belum terlambat untuk dirinya. 

Kertas putih lusuh itu hanya sebuah mantra ajaib berbunyi ; "Be free, Jane !"
 
 

 
Dee.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hai Januari

Hai, Januari. Bulan suciku. Bulan dimana aku 22 tahun yang lalu hanya seonggok daging yang bisa jadi dihidupkan. Atau bisa jadi kehidupan itu dibatalkan. Januari berbekas seperti sisi luka yang tidak pernah mereka tahu. Mereka hanya melihat, tidak menatap tajam. Mereka hanya lewat, tidak merapat. Bulan yang penuh hujan air mata. Ah, andai aku bisa membendungnya. Sedikit saja agar mata ini tidak membengkak kemudian mengumbar tanya. Ada apa dengan matamu? Kemudian aku buru-buru membungkusnya dengan kerutan senyum yang aku buat sendiri. Sembari mengucapkan aku tidak apa-apa versiku sendiri. Hai, Januari. Kau ingat lilin yang meleleh di pelataran tart mewah itu? Kau ingat bungkusan indah yang terbalut pita biru muda yang anggun? Aku masih mengingatnya, tetapi seingatku aku telah lama membuangnya. Bagiku semua itu sudah tidak ada pengaruhnya pada hati yang mulai meradang ini. Radangnya sudah bercabang, hingga membentuk kubangan luka yang ku sebut...

It's Just for Nothing

KARENA SEMUA INI PERCUMA. Percuma. Percuma setiap hari aku berharap kau membaca semua tulisanku. Percuma setiap saat aku berharap kau akan sadar bahwa aku ada untukmu. Percuma setip waktu aku berharap kau akan datang kepadaku. Benar-benar payah. Lebih baik aku lepaskan saja sosokmu itu. Yang dahulu merogoh masuk ke dalam jiwaku dan menembus menguliti dinding hatiku yang kelam. Sudah tidak berarti saat ini. Sudah tidak berpengaruh lagi. Hari ini aku putuskan untuk tidak lagi menjadi manusia menyedihkan bernama diriku. Bukankah seharusnya cinta itu diperjuangkan berdua, bukan sendiri? Aku terbahak dalam imajiku sendiri. Mengumpat pasrah tentang paradox rasa yang hingga saat ini masih susah aku cerna. Aku tersedak dalam stigma-stigma yang bahkan aku sendiri tidak paham tentangnya. Aku tersudut di ujung pikiranku yang tumpul. Aku tersisih di penghujung hatiku yang kian membeku.  Aku terbawa arus hingga ke seberang dan aku tidak mampu berenang, pun menyelam. Sem...

Pesan Singkat

12 November 2014 Tuhan, aku malu. Aku malu memandang wajah teduh yang menyilangkan senyum pasi itu. Aku malu melihat senyum yang sebaiknya tidak pernah kulihat itu. Aku terlampau malu hingga aku hanya bisa memandang jari kakiku sendiri. Tuhan, bolehkah aku melihatnya sekali lagi? Sebelum aku mengurung semua uap-uap memoar ini dalam bingkai kenangan? Hari ini aku berpikir kau tidak akan datang. Satu, dua, tiga, dan aku terus menghitung hingga detik ke sekian ribu. Aku masih saja belum mencium aroma tubuhmu. Aku kembali menghitung, dan pada hitungan kesekian aku teringat kembali serentetan kejadian yang seharusnya tidak pernah terjadi. Yang seharusnya tidak pernah berubah menjadi kenangan yang hanya akan usang dan berdebu seperti aroma rumah tua yang ditinggalkan penghuninya.  Aku kembali duduk santai di tempat duduk dimana aku mengerjakan tugas akhirku. Ada hasrat menghubungimu, tetapi untuk keperluan apa? Aku bahkan bukan partnermu. Aku hanyalah wanita dengan bol...