Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2014

Block Note

Kau masih ingat aroma Paris yang menggegerkan otakmu? Kau masih ingat ide tentang berteriak di Monte Carlo? Kau masih ingat tentang konsep ciuman pertama di Venice? Aku lupa, entah sejak kapan aku melupakannya. Tentang senja di ujung kota itu, tentang Kota Air yang selalu mengusik keceriaanmu. Tentang semua itu. Terkubur hening di bawah tanah merah. Kemana? Kemana kompasku yang dulu? Sudah tidak ada kompas dan peta. Karena aku menandainya dengan hati.   (Sumber : www.google.com) Aku ingin kembali. Ke kota itu. Ke kota yang selama 5 tahun ini menjadikan alasanku untuk berlari. Jika semua itu hilang, aku hanyalah boneka. Boneka menyedihkan. Oiya aku ingat, ada seseorang yang datang sekitar 6 bulan yang lalu dan menentang konsep tentang semua itu. Peta itu disobeknya dan tinggallah air mataku yang meluruh. Semua itu membuatku sedikit kehilangan arah. Dan kini, aku menemukan kembali block note itu, dengan tulisan tangan seperti ini : “Impianku tidak banyak ...

C.S

Cabernet Sauvignon merkku sendiri. Aku mengerti. Sekarang atau dulu tidak ada bedanya, yang ada hanya gadis setengah dewasa yang harus berjuang lebih lama. It’s okay, my dear . Bukan saatnya untuk memikirkan tantangan konyol dari seseorang yang telah membunuhmu. Sudah tidak ada pengaruhnya untuk saat ini. Hati yang telah beku takkan pernah bisa kau sembuhkan dengan ucapan maaf atau senyum palsu. Brengsek kau. Beraninya mengoyak dan meruntuhkan gadis ini.  Tapi aku senang ketika kau berkata “Dari dulu aku ingin meruntuhkanmu, tetapi tidak pernah bisa”. I see . Kau dulu hanya ingin membunuhku bukan? Aku tidak didesain untuk diruntuhkan. Dan aku juga tidak didesain untuk melumpuhkan orang yang telah berusaha meruntuhkanku. Secara teknik aku tidak suka terlibat langsung, aku lebih senang melakukan eksperimen kecil dengan hidupku dan juga diriku sendiri. Aku tidak begitu memikirkan orang lain, apalagi repot-repot melumpuhkan. Maaf saja, aku lebih menyukai cara balas de...

Andai Kau Perempuan

Andai kau perempuan. Aku tidak perlu repot-repot menerjemahkan pesakitanku pada halusnya secarik kertas itu. Aku tidak perlu mereka ulang kembali alur kejadian yang akan mengentarkanmu ke gerbang dimana aku dulu pernah menjadi pemeran utama, sebelum akhirnya aku diseret dengan kejam oleh manusia-manusia dari jenismu.  Andai kau perempuan. Aku tidak perlu repot-repot memasangkan kembali payet pada kebaya lusuh ini hanya untuk meyakinkanmu bahwa aku benar-benar pernah memakainya. Aku tidak perlu mengukir kembali retakan luka yang sempat kubawa berlari hingga kesini sembari mengendus aroma darahku sendiri. Andai kau perempuan. Aku tidak perlu memperagakan bahasa keperempuanku kepadamu. Aku tidak perlu menyungnggingkan senyum pasi untuk mendeskripsikan kepayahanku pada alur agung yang Tuhan berikan. Tetapi, sayangnya kau hanya sebentuk manusia yang kutahu bernama laki-laki. Dan aku menaruh luka yang sangat dalam pada manusia-manusia yang sejenis denganmu. Entahlah sejak ka...