Langsung ke konten utama

15 Juni 2014


Mungkin ini yang disebut menumbuhkan pohon semangat pada tanah yang tak lagi mengenal hujan di bulan Desember. Ada dimana daun itu harus gugur dan menjadi pupuk untuk pohon lainnya yang masih mencoba menjamah kebebasan baru. Mungkin ini kesekian kali semangat melesat jauh tanpa batas diluar kendali yang ketat. Sudah seharusnya seperti itu. Karena semangat itu takkan lagi utuh ketika separuh atau seluruh jiwanya diterbangkan angin tenggara. Sebuah sosok yang bisa mematikan, dan juga bisa menghidupkan. Itulah kau. Sementara aku adalah sesosok semangat yang hanya tinggal nama di antara nisan-nisan yang bahkan tak pernah mendengar doa.
Aku bukan lagi semangat tanpa alasan seperti yang manusia rasakan. Maka bolehkah aku sejenak menyelinap di dinding pikirmu yang telah keropos dan mengoyakkan seluruh sarafmu agar hilang tak berbentuk? Dan aku akan menjadikanmu imaginasi baru dalam dimensi yang kau miliki. Orang lain hanya bisa bertamu di teras tanpa bisa masuk dan mengendalikamu dari dalam. Kau lupa aku hanyalah semangat yang melesat tajam tanpa kau tahu, tanpa pernah kau sadari. Aku melihat setiap air mata yang kau buat pengecualian atas dirimu yang bodoh dan tidak berdaya. Lalu mau apa lagi? Hanya aku yang bisa melakukannya, karena aku adalah semangat tertinggi yang pernah disematkan Tuhanmu kepada manusia sepertimu dan golonganmu.
Aku tidak pernah bermaksud membuatmu gila hormat, gila rupiah ataupun gila karena senyawa yang terlalu fana untuk hidupmu yang kurang nyata itu. Mungkin kau akan tertawa atau bahkan menangis setelah menyaksikan dirimu di cermin. Kau tidak lebih baik dari burung yang kehilangan satu helai sayapnya tetapi kau terus meratap dan membuat excuse konyol dengan mengambinghitamkan sayapmu. Hallo kawan ! Lihatlah bahkan sayapmu masih utuh dan sangat memukau. So what now?
Kau yang menyeretku ke alamu yang gelap, aku justru yang menyelamatkanmu dari kegelapan hatimu sendiri. Ini bukanlah novel misteri dimana kau akan bertemu dengan pahlawan atau sejenisnya. Ini adalah sage dengan actor dan sutradara yang terkadang kasab mata. Sebuah permainan yang akan menentukan kau hidup atau lebih menyedihkan lagi, kau tidak pernah bisa merasakan kematian dengan damai. Hal yang paling menyedihkan di dunia ini bukanlah kematian, tetapi ketika kau hidup tetapi kau terus membuang hidupmu dengan sia-sia. Membuangnya di tempat kerja, membuangnya di kemacetan jalan, membuangnya di selokan sampah yang telah membusuk, selebihnya kau membuangnya tanpa kau sadar.
Aku bukanlah jiwa yang marah seperti yang mereka katakana kepadamu di senja hari kala itu. Kau tahu mengapa aku sekarang lebih menyukai malam yang dingin dibandingkan senja yang hangat? Dari malam yang dingin aku belajar banyak hal tentang melindungi, menyelamatkan diri, dan juga melarikan diri. Aku belajar untuk melarikan seluruh jiwa yang tertahan di dalam diriku dan membiarkannya pergi merangkai kata “bebas” seperti yang mereka kehendaki. Aku tidak pernah merasa lemah atau kuat karena selama ini aku terdasar bahwa aku hanyalah seonggok daging yang hidup dengan ribuan nyawa yang ternyata bukan milikku. Bukankah hal tersebut lebih memalukan?
Aku telah mencapai entropi dengan batas yang tidak bisa dikendalikan oleh siapapun. Hal itu mengikisku perlahan dan menjadikanku jiwa yang kurang asimetris dari segi bentuk. Kurang asimetris. Mungkin karena ada jiwa lain yang akan melengkapiku nantinya. Tetapi aku tidak akan berharap banyak. Aku sekarang bukanlah lagi anak kecil yang merengek ketakutan karena gelap. Aku sekarang lebih menyukai malam karena malam mengajarkanku berjalan menggunakan hati, bukan menggunakan sesuatu yang bisa dilihat.
Maka kau, kau yang menjebloskanku ke dalam pikirmu yang dangkal dan kosong itu, perlu aku berbicara sebentar dengan otakmu. Aku tidak bermaksud menggungatmu, hanya saja aku sudah terlalu lelah terbang dan merayap tanpa tujuan. Maka, kau yang bisa aku kendalikan selagi bisa, tolonglah selamatkan kita. Aku adalah semangat yang setiap hari membuat jantungmu berdetak lebih cepat, aku adalah semangat yang membuat matamu bersinar ketika kau meneteskan air mata, aku adalah  perisai yang akan melindungimu dari serangan brengsek manapun yang ingin membunuhmu. Aku adalah semangat dengan jiwa yang tidak lagi utuh tetapi cukup kuat untuk menuntunmu ke cahaya yang lebih layak untuk kau dapatkan. Yang sedang kau nikmati saat ini bukanlah jalan cahaya yang sesunggunya, hanya lilin kecil yang pada saatnya akan hilang dan padam juga. Maka lihatlah dengan matamu yang indah itu, bahwa dunia masih menyembunyikan keindahannya. Dibalik setiap tawa orang terkashmu, dibalik ucapan kebanggaan yang tulus, dibalik pundak-pundak kurus yang selalu menopangmu ketika kau terjatuh.
Aku adalah semangat yang akan memprogram ulang otakmu dengan software terbaru dan lebih original. Kau tidak perlu lagi menyimpan memori yang tidak ingin kau simpan. Cukup lihat dan selanjutnya lupakan. Kau akan merasakan hidup dengan gelak tawa yang tidak lagi tertahan, kau akan hidup dengan imajinasi meliar tetapi dengan relita yang elegan. Kau akan hidup dengan para pencari ketangguhan yang lainnya, yang juga tersesat di jurang yang serupa. Kau akan merasakan indahnya fantasi ketika kau tahu bahwa semua itu bukan hanya sebuah fantasi, tetapi sosok empat dimensi dengan kualitas terbaik yang pernah dicapai oleh orang biasa sepertimu.
 Pada akhirnya kau akan sadar bahwa kau bisa berjalan tanpa diriku, tanpa asupan semangat dariku. Tetapi kau yang akan meneruskan jiwaku ke dalam jiwa-jiwa lainnya. Menghidupkan sesuatu yang seharusnya hidup. Menumbuhkan pohon baru dengan jiwa yang serupa denganku. Kau yang akan melakukannya. Dan ketika kau telah mencapai fase itu, aku hanyalah tinggal nama di tanah terindah. Berjuanglah lagi dengan mereka yang pantas mendampingimu, kuatkan lagi aliansimu dengan ego serta hatimu. Berjuanglah lagi, mungkin masih ada senja yang tersisa untukmu. Walau bagiku, senja tidak pernah ada.

Regards,
Dhe  

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hai Januari

Hai, Januari. Bulan suciku. Bulan dimana aku 22 tahun yang lalu hanya seonggok daging yang bisa jadi dihidupkan. Atau bisa jadi kehidupan itu dibatalkan. Januari berbekas seperti sisi luka yang tidak pernah mereka tahu. Mereka hanya melihat, tidak menatap tajam. Mereka hanya lewat, tidak merapat. Bulan yang penuh hujan air mata. Ah, andai aku bisa membendungnya. Sedikit saja agar mata ini tidak membengkak kemudian mengumbar tanya. Ada apa dengan matamu? Kemudian aku buru-buru membungkusnya dengan kerutan senyum yang aku buat sendiri. Sembari mengucapkan aku tidak apa-apa versiku sendiri. Hai, Januari. Kau ingat lilin yang meleleh di pelataran tart mewah itu? Kau ingat bungkusan indah yang terbalut pita biru muda yang anggun? Aku masih mengingatnya, tetapi seingatku aku telah lama membuangnya. Bagiku semua itu sudah tidak ada pengaruhnya pada hati yang mulai meradang ini. Radangnya sudah bercabang, hingga membentuk kubangan luka yang ku sebut...

It's Just for Nothing

KARENA SEMUA INI PERCUMA. Percuma. Percuma setiap hari aku berharap kau membaca semua tulisanku. Percuma setiap saat aku berharap kau akan sadar bahwa aku ada untukmu. Percuma setip waktu aku berharap kau akan datang kepadaku. Benar-benar payah. Lebih baik aku lepaskan saja sosokmu itu. Yang dahulu merogoh masuk ke dalam jiwaku dan menembus menguliti dinding hatiku yang kelam. Sudah tidak berarti saat ini. Sudah tidak berpengaruh lagi. Hari ini aku putuskan untuk tidak lagi menjadi manusia menyedihkan bernama diriku. Bukankah seharusnya cinta itu diperjuangkan berdua, bukan sendiri? Aku terbahak dalam imajiku sendiri. Mengumpat pasrah tentang paradox rasa yang hingga saat ini masih susah aku cerna. Aku tersedak dalam stigma-stigma yang bahkan aku sendiri tidak paham tentangnya. Aku tersudut di ujung pikiranku yang tumpul. Aku tersisih di penghujung hatiku yang kian membeku.  Aku terbawa arus hingga ke seberang dan aku tidak mampu berenang, pun menyelam. Sem...

Pesan Singkat

12 November 2014 Tuhan, aku malu. Aku malu memandang wajah teduh yang menyilangkan senyum pasi itu. Aku malu melihat senyum yang sebaiknya tidak pernah kulihat itu. Aku terlampau malu hingga aku hanya bisa memandang jari kakiku sendiri. Tuhan, bolehkah aku melihatnya sekali lagi? Sebelum aku mengurung semua uap-uap memoar ini dalam bingkai kenangan? Hari ini aku berpikir kau tidak akan datang. Satu, dua, tiga, dan aku terus menghitung hingga detik ke sekian ribu. Aku masih saja belum mencium aroma tubuhmu. Aku kembali menghitung, dan pada hitungan kesekian aku teringat kembali serentetan kejadian yang seharusnya tidak pernah terjadi. Yang seharusnya tidak pernah berubah menjadi kenangan yang hanya akan usang dan berdebu seperti aroma rumah tua yang ditinggalkan penghuninya.  Aku kembali duduk santai di tempat duduk dimana aku mengerjakan tugas akhirku. Ada hasrat menghubungimu, tetapi untuk keperluan apa? Aku bahkan bukan partnermu. Aku hanyalah wanita dengan bol...