Langsung ke konten utama

Desember



Sunset, Juni 2014

“Bahkan sebelum bermekaran, bunga itu harus gugur. Hanya ada aroma yang tertinggal erat di pelataran kenangan. Untung saja kenangan itu tak ikut lebur bersama suara angin”
Hai, kamu. Yang aku mainkan dalam sandiwara kecilku. Indah, aku bahkan tak mampu menatap lebih lama. Karena melihatmu duduk dengan tenang saja sudah cukup bagiku. Tidak kurang. Tidak lebih. 

Hai kamu. Yang membuat entropi luar biasa dalam pertahanan jiwaku. Lemahkah? Kuatkah? Tenang saja, aku semakin tangguh. Konyol, tidak mungkin setangguh ini secara teori. Tetapi, aku cukup menikmati. Untuk apa aku buat luka lagi. Aku bisa menyulamnya menjadi sesuatu yang lebih hangat. Aku kurang tahu namanya apa. Sebut saja sedikit rasa.

Hai, kamu. Jangan pergi. Tetaplah disitu. Tetaplah duduk seperti itu. Karena dengan begitu aku bisa melihatmu tanpa kau perlu tahu. Tanpa harus ada kata yang terucap. Tanpa harus ada hati yang terkoyak lagi. Biarlah aku buat yang ini sedikit menyenangkan. Senyum yang kubuat ketika tidak sengaja ada pesan tersampai. Tawa yang pecah ketika tidak sengaja mengingat kekonyolan semua itu.

Hai kau. Aku tahu ada luka disitu, entah di sebelah mana tepatnya. Aku dapat merasakannya. Aku tidak akan memaksakan dirimu untuk mempercayakan lukamu padaku. Aku hanya akan berdoa untuk kesembuhan lukamu.

Kau, tetaplah dengan judulmu yang sebelumnya. Kau. Kamu. Karena memang seharusnya seperti itu. Maaf sering merepotkan. Tetapi sekarang tidak lagi. Aku tahu ada garis yang membuatmu menjaga ruang begitu lebarnya. Tenang saja, aku tidak akan merusaknya. Aku hanya akan menikmati semua ini dari angel yang aku ambil sendiri.

Hai, kamu. Entah ada apa dengan bulan Desember. Tetapi Desember itu sungguh berharga. Dari situ semuanya dimulai. Entah aku menamainya Desembermu. Bahkan kita belum pernah bertemu sebelumnya. Bagaimana aku bisa menamainya Desembermu? Desembermu, yang seharusnya menjadi milikmu, tetapi aku justru tidak pernah menyadarinya. Kini, saat semua itu berlalu aku baru menyadari bahwa aku telah melewatkanmu. Andai waktu bisa sedikit aku ulang. Hahaha tetapi aku tahu, mungkin memang bukan saatnya untuk itu.

These days I haven't been sleeping,
Staying up, playing back myself leavin'.
When your birthday passed and I didn't call.
And I think about summer, all the beautiful times,
I watched you laughing from the passenger side.
Realized I loved you in the fall.
And then the cold came, the dark days when fear crept into my mind
You gave me all your love and all I gave you was "Goodbye"

Hai kamu. Aku tidak akan bersembunyi lagi dibalik dirimu yang tangguh. Inilah saatnya aku menikmati pertunjukan dunia yang dihadirkan semesta untukku, termasuk kehadiranmu. Selamat tinggal. Selamat tinggal kenangan yang belum sempat direkam, selamat tinggal sedikit rasa yang belum sempat menyeruak. Selamat tinggal kau yang sempat menjadi pahlawan bagiku di saat aku menangis bahkan tanpa kau tahu. Selamat tinggal, aku harus mengakhirinya sebelum semua itu berujung pada check atas nama pembebasan fakta yang lebih menyedihkan. Kenyataan itu, sudahlah lupakan saja.

Loving you is hurt sometimes. I’m standing here you just don’t buy. I’m always there you just don’t feel or you just don’t wanna feel.

Regards,
Dhe

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hai Januari

Hai, Januari. Bulan suciku. Bulan dimana aku 22 tahun yang lalu hanya seonggok daging yang bisa jadi dihidupkan. Atau bisa jadi kehidupan itu dibatalkan. Januari berbekas seperti sisi luka yang tidak pernah mereka tahu. Mereka hanya melihat, tidak menatap tajam. Mereka hanya lewat, tidak merapat. Bulan yang penuh hujan air mata. Ah, andai aku bisa membendungnya. Sedikit saja agar mata ini tidak membengkak kemudian mengumbar tanya. Ada apa dengan matamu? Kemudian aku buru-buru membungkusnya dengan kerutan senyum yang aku buat sendiri. Sembari mengucapkan aku tidak apa-apa versiku sendiri. Hai, Januari. Kau ingat lilin yang meleleh di pelataran tart mewah itu? Kau ingat bungkusan indah yang terbalut pita biru muda yang anggun? Aku masih mengingatnya, tetapi seingatku aku telah lama membuangnya. Bagiku semua itu sudah tidak ada pengaruhnya pada hati yang mulai meradang ini. Radangnya sudah bercabang, hingga membentuk kubangan luka yang ku sebut...

It's Just for Nothing

KARENA SEMUA INI PERCUMA. Percuma. Percuma setiap hari aku berharap kau membaca semua tulisanku. Percuma setiap saat aku berharap kau akan sadar bahwa aku ada untukmu. Percuma setip waktu aku berharap kau akan datang kepadaku. Benar-benar payah. Lebih baik aku lepaskan saja sosokmu itu. Yang dahulu merogoh masuk ke dalam jiwaku dan menembus menguliti dinding hatiku yang kelam. Sudah tidak berarti saat ini. Sudah tidak berpengaruh lagi. Hari ini aku putuskan untuk tidak lagi menjadi manusia menyedihkan bernama diriku. Bukankah seharusnya cinta itu diperjuangkan berdua, bukan sendiri? Aku terbahak dalam imajiku sendiri. Mengumpat pasrah tentang paradox rasa yang hingga saat ini masih susah aku cerna. Aku tersedak dalam stigma-stigma yang bahkan aku sendiri tidak paham tentangnya. Aku tersudut di ujung pikiranku yang tumpul. Aku tersisih di penghujung hatiku yang kian membeku.  Aku terbawa arus hingga ke seberang dan aku tidak mampu berenang, pun menyelam. Sem...

Pesan Singkat

12 November 2014 Tuhan, aku malu. Aku malu memandang wajah teduh yang menyilangkan senyum pasi itu. Aku malu melihat senyum yang sebaiknya tidak pernah kulihat itu. Aku terlampau malu hingga aku hanya bisa memandang jari kakiku sendiri. Tuhan, bolehkah aku melihatnya sekali lagi? Sebelum aku mengurung semua uap-uap memoar ini dalam bingkai kenangan? Hari ini aku berpikir kau tidak akan datang. Satu, dua, tiga, dan aku terus menghitung hingga detik ke sekian ribu. Aku masih saja belum mencium aroma tubuhmu. Aku kembali menghitung, dan pada hitungan kesekian aku teringat kembali serentetan kejadian yang seharusnya tidak pernah terjadi. Yang seharusnya tidak pernah berubah menjadi kenangan yang hanya akan usang dan berdebu seperti aroma rumah tua yang ditinggalkan penghuninya.  Aku kembali duduk santai di tempat duduk dimana aku mengerjakan tugas akhirku. Ada hasrat menghubungimu, tetapi untuk keperluan apa? Aku bahkan bukan partnermu. Aku hanyalah wanita dengan bol...