Langsung ke konten utama

Random

Seperti inilah akhirnya? Baiklah aku mengerti. Mungkin aku saja yang terlalu berlebihan. Mungkin aku saja yang merasakannya. Kamu. Pergilah jika kamu ingin pergi. Tidak akan ada kata "jangan" untuk mencegah, tidak ada kata "bukan seperti itu" untuk menjelaskan, tidak akan ada kata "bertahanlah sedikit lagi" untuk memohon. Karena aku hanya memperjuangkan hal yang sia-sia, yang bahkan anak TK pun akan menertawakanku. Kebodohan yang konyol.

Karena aku benar-benar tidak tahu bagaimaa cara memulai yang baik. Aku pustuskan untuk menarik pedangku terlebih dahulu. Tetapi, bisa apa jika sekarang pedangku justru telah patah? Begitu ya ceritanya? Baiklah, aku mengerti.

Bosan aku dengan segala kata yang tidak pernah terdengar, yang bahkan tidak pernah kau hiraukan. Dalam hal ini aku seperti gadis bodoh yang sangat tolol, memalukan. Sekarang pun pergi sudah tidak ada artinya. Tidak ada pengaruhnya sama sekali. Hahahahaha. Tolol. Menyedihkan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari ini kita tidak ada bedanya..

Hari ini. Hari dimana sebuah kata menjelma segumpal peluk hangat dan secangkir manisnya persaudaraan. Hari ini. Hari dimana seorang aku ternyata bukan hanya sebatas aku, tetapi tentang apapun itu yang menggantung di pundakku hingga kuku tanganku kaku karena membeku. Tidak seburuk itu, karena hidup ini bukan skripsi, jadi tidak ada revisi. Tidak seperti yang kau pikir di otak bebalmu itu, karena hidup ini memang tidak semudah itu.  Hari ini, lagi kumaknai hari dimana siapapun berhak memiliki dan berjuang atas nama sesuatu. Mobil mewah, apartemen megah, suami setia atau apapun yang mereka sebut cita-cita. Tidak ada batas, tidak ada beda. Kamu, yang menjadikanku pemilih dalam hidup. Pemilih atas sesuatu yang telah aku tentukan sebelumnya, akhirnya aku memilih jalanku. Jalanku yang kau bilang berliku. Tetapi kau selalu memegang pundakku dari jauh. Jangan sampai terjatuh, karena aku bahkan tidak bisa membedakan mana jurang mana jalan.   Itulah kau, yang kusebut nyawa baru bag...

Paket Mimpi

They said "Follow your dreams!". But, if my dreams broke into thousand pieces. Which one I should follow? “Makan, yuk?” tanyaku sambil menjepit smartphone di antara bahu dan telinga kananku. Bastian Faldanu, nama pria yang tertera di layar smartphone Sonyku. “Makan dimana?” tanyanya sambil menguap. Kebiasaan. Jam segini baru bangun. Batinku terkekeh.  “Biasanya aja?” aku balik bertanya sambil membereskan file-file mengajarku dan memasukkannya ke tas ransel. Hap. Beres.  “Jangan deh. Padang, yuk?” tawarnya.  “Okay. Aku jemput ya, bentar lagi berangkat.” Ucapku sambil mengakhiri pembicaraan di telfon. Pagi itu, oh mungkin agak siangan. Pukul 10.30, aku bergegas mengendarai kendaraanku ke arah tempat kos sahabatku. Sangat cepat. Takut keburu kres dengan waktu mengajar privatku.  Tidak lama kemudian, pria itu keluar dari pagar kosnya dengan menggunakan celana pendek abu-abu dan polo shirt warna merah maroon. Dan, sebagai tambahan saja. Dia...