Langsung ke konten utama

This Saturday

 

Sabtu tidak lagi kelabu. Meski hujan terkadang datang menderu seakan ingin bertamu barang satu atau dua jam. Memadu kisah yang sempat terputus. Seperti kisah Cinderella dengan sepatu kacanya atau kisah kita yang baru saja dimulai. Baru saja. Sesaat setelah tangismu pecah disela harapan dan doaku. Sesaat setelah aku hampir menyerah dan tergolek pasrah.



But then you come around and smile the sorrow. Smile it away like rewind me. So, thank you for coming this way. Thank you for lift up the energy every morning even when it’s hard to open up your mind. Now and then, I realized that this woman would be very numb and senseless without you. Somebody said it would be hard to be a wonder person. Well, I guess it’s so. All the tears falling down the river and your sweats hiding to your chest prove that you trying. Nobody said it would easy. Nobody does.

So, I will spend my coffee watching you grow up……

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaleng Soda

Sore itu aku pulang bekerja seperti biasa. Tidak ada yang istimewa. Pukul 16.11 WIB aku berjalan menuju parkiran kendaraan, sebentar kemudian aku langsung tancap gas. Menuju tempat dimana kita dulu pernah saling berbagi luka dan rasa senja. Tempat itu. Dulu kita sering menghabiskan soda di tempat yang bisa dibilang sangat sederhana itu. Meskipun aku selalu melarangmu mengkonsumsi minuman berkarbonasi, kau tetap saja ‘ngeyel’. Dengan wajah tak bersalah kau selalu mempersiapkan dua kaleng soda di tas ranselmu. Kebiasaan yang kini beralih kepadaku. Aku membuka tasku dan menemukan dua kaleng soda dengan merk kenamaan Amerika. Aku membukanya satu. Satu kaleng lainnya aku biarkan tetap tersimpan di dalam tasku. Ah, aku selalu menyukai suara wakktu pertama kali tutup di kaleng soda itu dibuka. Seperti emosi yang tertahan untuk kurun waktu yang sangat lama. Benar saja, sesaat setelah aku meminum soda tersebut, aku merasa emosiku kembali bergejolak. Entah, rasa rindu atau sekedar bawaa...

Selesai

Hahahahahha. Aku patah hati. Sudah. Selesai. Ayok, sekarang saatnya berkemas. Berkemas dari ruangan merah jambu itu. Dari ruangan yang aku kira adalah sebuah hati. Aku tidak lagi layak untuk tinggal di sekatnya. It Doesn't Mean It Doesn't Hurt Mungkin hanya lewat lagu ini akan kunyatakan rasa, cintaku padamu, rinduku padamu tak bertepi. Mungkin hanya sebuah lagu ini yang selalu akan kunyanyikan, sebagai tanda betapa aku inginkan kamu.  Hahahahahaha aku patah hati. Mari pergi. Sudah bukan saatnya lagi untuk berharap. Mungkin ada penghuni lain yang memang seharusnya berada di sana. Dan itu bukan diriku. Bukan nama ini. Ada nama lain yang tertulis. Sudah selesai. Sampai saat ini. Sampai hari ini saja. Tetapi, aku merasa sedih. Harus merelakannya. Sudah begitu saja, ya.

Merry Go Round

Sudah aku mundurkan seluruh pasukanku. Karena aku tidak mampu menembus perasaan itu. Sangat kuat seperti medan magnet. Bedanya, ia tak mengenal kutub. Aku kembali menyeruput kopi hitamku yang mulai hambar. Udara dingin di kota kembang membuat uap-uap kopi itu mengudara hingga ke angkasa kemudian hilang. Dan untuk kesekian kalinya. Aku kembali. Ke sebuah ide dimana aku dulu pernah sedikit bermakna. Merry go round. Aku tidak begitu suka ide tentang berada beberapa kaki di atas tanah. Acrophobia. Yah, aku takut ketinggian. Karena itu aku benci menaikki bianglala. Tetapi, beberapa temanku selalu memaksaku untuk melakukannya. Alih-alih untuk menyembuhkan traumaku akan ketinggian, justru berujung pada muntah di lantai besi bianglala dan menjadi sasaran empuk mereka untuk tertawa. Menertawakanku lebih tepatnya. Sialan. Sejak saat itu, aku tidak tertarik dengan ketinggian dan segala percobaan bodoh yang berhubungan dengan elevasi. Dengan gagasan tentang menjadi burung atau sej...