I don’t go heartless, I just get smarter because I
know that my happiness isn’t depend on other people anymore.
Rokok terakhir masih terselip di antara jari manis
dan kelingkingku. Rokok terakhir yang enggan menyala. Entah sudah berapa kali
aku hidupkan dengan pemantikku, tetapi sia-sia. Tetap saja ia tidak mau
menyala. Sial. Aku tinggalkan one last
cigarette tersebut dan beranjak berjalan keluar menuju balkon apartemenku.
Malam telah beranjak menguliti senja. Menyisir
sisa langit yang masih tampak merah merona di atas cakrawala. Senja yang indah.
Spot favoritku untuk menikmati senja adalah di balkon yang kini aku duduki ini.
I like the view from the top, anyway.
Tetapi, entah sejak kapan aku mulai merasa sedikit berbeda. Merasa sepi. Hampa.
Tidak ada sisa tawa yang sempat terdengar. Tidak ada tangan-tangan halus yang
membuat tampilan rambutku menjadi kacau. Seketika balkon itu sepi.
Aku masih bersama bayangmu ketika secara tidak
sopan kau menolak kehadiranku. Lagi. Untuk penolakan yang kesekian. Mungkin aku
bukanlah wanita yang baik untukmu. Sama sekali jauh dari standartmu. Lantas aku
kesulitan untuk mengambil jarak denganmu. Karena bagiku, kau sama sekali tidak
berjarak denganku. Jadi, tidak ada alasan kita untuk menjaga jarak.
Ah, andai kau tahu semua itu. Andai kau paham
dengan apa yang aku ingin ungkapkan. Sayangnya, aku hanya bisa memendamnya
tanpa bisa mengutarakan maksudku. Dan kau saat ini entah sedang dimana dan
sedang bersama siapa. Aku berhenti berjuang dan merasa bodoh. I’m not that fucking pathethic anyway.
Namaku Adriana, 24 tahun. Aku bekerja sebagai
freelance writer dan aku menyukai sahabatku sendiri. Sahabat masa kecil. Tetapi
lantas ia menghindar dan pesan terakhir yang aku terima darinya hanya sebuah text message bertuliskan “We are just
friend….”
***
Masalahnya
dia sahabatku. Aku tidak bisa mencintainya. Perasaan itu tidak bisa dipaksakan.
Aku muak mendengar kata-kata itu. Entah sejak
kapan aku berhenti menghubungi orang yang paling aku sayangi. Namanya Nathan
Legrand. Aku tinggal di New York, dia tinggal di Las Vegas. Jarak ratusan mill
tidak membuat kami lantas berhenti berkomunikasi. Kami sering menghabiskan
akhir pekan bersama. Mengambil cuti dan merayakan libur sebagai jackpot karena sudah bekerja tanpa
ampun. Aku menyukai gaya bicaranya yang lugas, cara dia menggenggam tanganku
ketika menyeberang jalan dan sikap yang ditunjukkan saat sedang berdua
bersamaku. Entah, ketika bersama Legrand aku merasa aman dan aku merasa aku
tidak perlu takut menghadapi apapun. Terkadang cinta memang membuatmu menjadi
lebih kuat. Entah dengan alasan yang seperti apa.
Aku memendam perasaanku selama bertahun-tahun. New
York-Vegas bukanlah masalah yang berat bagiku. Tetapi kemudian ada masalah lain
yang lebih berat dan ada suatu moment dimana aku sangat menyesal karena aku
hanya bisa memendam perasaanku begitu saja tanpa berani mengungkapkannya.
Legrand berencana menikah dengan seorang wanita.
Gadis yang sangat biasa jika boleh aku katakana. Aku sangat shock dengan berita
tersebut. Selama ini Legrand tidak pernah sekalipun menceritakan wanita yang
sedang menyelami hatinya. Jujur hal tersebut sedikit mengoyak hatiku. Aku tidak
datang ke acara pernikahan orang yang aku sayangi tersebut.
Saat ini, hal menyakitkan itu sudah berlalu
sekitar 2 tahun yang lalu. Aku sudah diangkat sebagai Manager di sebuah Food
Company di Texas. Dan aku baru tahu akhir-akhir ini juga dari teman lamaku
bahwa saat itu Legrand menyukaiku. Tetapi dia tidak memiliki cukup keberanian
untuk mengungkapkannya karena baginya untuk duduk bersamaku dan menghabiskan
makan sore di restoran sederhana, sudah cukup baginya.
Namaku Alexa, 27 tahun. Entah apa yang harus aku
katakan. Tetapi, setidaknya jika kau diberikan anugrah waktu dalam hidupmu,
manfaatkan sebaik mungkin. Karena kesempatan tidak akan datang dua kali. Jika
ada ruang kosong, maka kau harus memiliki keberanian untuk memasukinya karena
ketika orang lain telah masuk ke dalamnya, kau hanya bisa bertamu di terasnya.
***
Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada seorang wanita yang mengemis cinta dari pria yang sudah mencinta.
Namaku Bella. 26 tahun. Aku menyukai petualangan. Gunung,
sungai, tebing, apapun yang membuat adrenalinku berlari seperti sprint runner. Aku masih terlalu muda
ketika aku menykai seorang Guide yang
bekerja di sebuah perusahaan televisi swasta. Pria itu adalah salah satu host dari acara jalan-jalan yang
disponsori brand rokok terkenal di
kotaku.
Entah sejak kapan perasaan tidak pantas itu hadir.
Aku menganggapnya tidak pantas karena dia tak lain adalah pria beristri. Ketertarikannya
pada alam membuat jiwa pria itu terlihat sangat bebas dan seakan tidak terikat
apapun. Sampai akhirnya aku tahu dari dirinya sendiri ketika secara tidak
sengaja kami mengobrol di pinggiran pantai Raja Ampat. Pria itu ternyata sudah
menikah dan merahasiakan status pernikahannya ke media. Seja saat itu aku
berhenti menemuinya. Pria itu mengetahui gelagatku dan terus mengunjungi tempatku
di Raja Ampat. Empat minggu yang sangat menyiksa bagiku. Sampai kemudian aku
memustuskan untuk kembali ke Surabaya, kota kelahiranku dan meninggalkan
dentuman suara hati yang bahagia ketika aku bersama pria itu.
Dan sebuah plot hidup baru aku jalani. Tetapi tidak
dengan pria beristri lagi. Hanya dengan diriku sendiri.
Regards,
We Were.
Komentar
Posting Komentar