Langsung ke konten utama

First Greeting After All This Time



Oh gosh it’s been a long time I never catch up with all of you, Guys. And, the good news is my last project done. But, it’s still a long road, tho.

Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan, ah semoga kali ini aku memiliki banyak waktu. You know? Hal terseram dalam hidupku ahirnya datang. It’s be like wheater I would continue my study or seek for a job? Aku sudah memikirkannya berkali-kali and berhari-hari but still I can’t even find the answer that fast.

Even, all of my friends tahu berapa aku ingin menyandang gelar Master. Bahkan mimpi itu sudah tertancap ketika aku dinyatakan lolos dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru 4 tahun yang lalu. Kemudian semua berubah ketika aku tahu tidak semua sebut saja mimpi itu dapat diperjuangkan. Sebagian tidak. Mungkin selebihnya iya. 

Dan, aku lebih mengkhawatirkan kondisi kesehatannya daripada sibuk dengan preparasi studi lanjutku. Andai saja kau tahu alasanku menunda studi lanjutku. 

Sayangnya aku tidak pernah memiliki timing yang tepat untuk mengatakannya. Meskipun secara teknis sudah aku lakukan tapi aku selalu gagal. Oh no, maybe Dad saja yang tidak peduli mau dengan alasanku. Baginya pendidikanku adalah segala-galanya dan kesehatannya bisa dinomor duakan. Tetapi makhluk bodoh macam mana yang akan menomor duakan renal disease last stage

Hal paling masuk akal yang bisa dilakukan bisa jadi adalah bekerja. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merry Go Round

Sudah aku mundurkan seluruh pasukanku. Karena aku tidak mampu menembus perasaan itu. Sangat kuat seperti medan magnet. Bedanya, ia tak mengenal kutub. Aku kembali menyeruput kopi hitamku yang mulai hambar. Udara dingin di kota kembang membuat uap-uap kopi itu mengudara hingga ke angkasa kemudian hilang. Dan untuk kesekian kalinya. Aku kembali. Ke sebuah ide dimana aku dulu pernah sedikit bermakna. Merry go round. Aku tidak begitu suka ide tentang berada beberapa kaki di atas tanah. Acrophobia. Yah, aku takut ketinggian. Karena itu aku benci menaikki bianglala. Tetapi, beberapa temanku selalu memaksaku untuk melakukannya. Alih-alih untuk menyembuhkan traumaku akan ketinggian, justru berujung pada muntah di lantai besi bianglala dan menjadi sasaran empuk mereka untuk tertawa. Menertawakanku lebih tepatnya. Sialan. Sejak saat itu, aku tidak tertarik dengan ketinggian dan segala percobaan bodoh yang berhubungan dengan elevasi. Dengan gagasan tentang menjadi burung atau sej...

Surat Kaleng

Dear My Lovely Devy, Aku kecewa, aku marah, dan sekali lagi aku tidak sanggup menjadi apa yang kau harapkan terhadapku. Aku tidak bisa selamanya menjadi sumber penghasilan untukmu. Sementara, kau bahkan tidak pernah melihat perjuanganku. Setidaknya dengarlah ketika aku berbicara kepadamu. Tentang apa yang aku rasakan selama 22 tahun ini, sejauh aku masih menyandang status adik kandungmu. Setidaknya jika kau tidak ingin mendengarkanku sebagai adikmu, dengarkanlah aku sebagai orang lain. Itu saja. Tetapi kau tidak pernah melakukannya. Sampai aku mengetahui sebuah fakta bahwa kau sudah sangat keterlaluan memperlakukan Ibumu, juga Ayahmu. Aku masih belum bisa berbuat apa-apa untuk mereka berdua. Untuk menyelamatkan mereka darimu. Mungkin, aku payah. Kau lupa bahwa kau adalah orang yang paling disayang oleh Ayahmu. Entah apakah Ayah juga menyayangiku seperti ia menyayangimu. Dan aku tidak pernah protes atas hal itu. Aku tahu bahwa kau mungkin saja memiliki sesuatu yang tida...

Afternoon Story

Masih tentang wajah pria menyenangkan itu… Yah, masih bercerita seputar ayah. Susah sebenarnya kalau ngobrolin yang satu ini. But, somehow, we need to tell him that we’re lucky enough for having him.  Well, I would be the first one who will standing in front of my Dad if someone do something not good with him. I would be his hero. And he don’t have to be my hero.  Itu kata pamungkas yang akhirnya mengembalikan aku ke fase semula. Fase yang semestinya. As a daughter. As a single fighter. Single, eh? Yap, because I’m still standing alone by my self.  Ada beberapa hal yang kadang membuat aku berpikir tentang, benarkah ayahku benar-benar menyayangiku? Sudah pasti iya jawabannya. Nah, lantas mengapa aku sulit sekali menyentuh hatinya, bahkan hanya untuk bercerita tentang ikan peliharaanku yang mati, teman kuliahku yang kece abis, atau hujan yang secara tidak senonoh membasahkan jemuran yang lupa kuangkat. Hanya sesederhana itu, tetapi aku tidak pernah bisa...