Langsung ke konten utama

Dear Soul


"Terima kasih, kau telah melepaskan segel itu dan membiarkan sayapku mengepak indah tanpa rasa takut lagi. Terima kasih, kau telah menghidupkan kembali raga yang membeku sejak butiran jiwa itu pecah menjadi ribuan keping. Maaf, aku terlalu lambat menyadari. Menyadari segel yang membekukan gerakku sejauh ini.
Aku telah memiliki kembali ribuan pecahan jiwaku yang dulu sempat hilang. Dan takkan aku biarkan manusia macam manapun mengambilnya. Lagi."

Jauh sebelum jiwaku disegel, aku mengenal sebuah sosok yang indah. Aku bahkan tidak mampu manamai wujudnya. Cukup indah untuk manusia biasa sepertiku. Terkadang ia hadir dalam setiap petir yang hampir membabat habis keberanianku. Lain waktu ia hadir dalam purnama yang terang, tampak ia semakin lembut ketika wajahnya tersinari cahaya purnama. Aku merasa sedikit lubang yang selama ini aku rasakan mulai tertutup perlahan-lahan karena kehadiran dirinya yang sangat abstrak. Tetapi, ia sering meninggalkan pesan tidak wajar dalam setiap pertempuran jiwa yang meradang. Entahlah, apa aku manusia yang terlalu kuat hingga membuatnya menjauh dan membunuhku saat itu.

Aku dibunuhnya tepat pada hari dimana seluruh jiwaku tersegel tanpa penawar. Aku tidak merasakan sakit, karena seluruh tubuhku membeku dan aku hanya mampu melihat sinar matanya yang penuh dengan kebohongan. Air mataku tak mampu menghentikan apapun saat itu. Aku ingin berteriak tapi pita suaraku tercekat. Mati rasa. Bukankah itu cukup dramatis? Mungkin. Tetapi aku menyadari satu hal setelah kejadian itu. Sepenuhnya aku tidak mampu mempercayai manusia lagi. Tidak pula kau ataupun mereka. Karena manusia sampai kapanpun akan memiliki sifat yang tidak pernah puas, tamak, ingkar janji, dan tidak bersyukur. Sedangkan aku? Entahlah, sejauh ini aku masih manusia biasa. Tidak ada bedanya dengan keparat yang memperlakukanku seperti bukan manusia. Tidak ada bedanya untuk sekarang.

Aku meringkas kembali ingatan yang sempat tercecer lusuh di pinggir hati yang masam, getir, dan beraroma anyir. Khas darah. Darahku sendiri. Aku tidak tau, apakah dengan demikian akankah kau akan mengenali aroma khas darah dari wanita yang kau bunuh sendiri dengan tanganmu? Apabila aku menemui ajal kedua akankah kau mampu mencium bauku dan menyelamatkan nyawaku? Sayang sekali, tetapi aku tidak berharap hal itu terjadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku ingin pulang......

Pulang. Aku ingin pulang dan menghambur pelukan yang hangat pada siapapun yang kusebut “dia”. Aku ingin pulang dan meletakkan semua kesedihan pada karung kumal untuk kusembunyikan di gudang penyimpanan. Biar tikus dan kecoa menghancurkannya perlahan. Perlahan hingga tanpa sisa, tanpa bekas sedikitpun. Aku lupa arah yang membawaku ke jalan dimana aku kecil adalah Putri Kecil. Aku mungkin akan pulang membawa luka yang lebih parah dari sebelumnya. Tapi aku tidak akan terlihat begitu menyedihkan. Hanya saja aku akan datang dengan kemasan yang berbeda. Menyembunyikan sedikit memar yang tampak. Menyuguhkan senyum manja. Seperti yang sudah-sudah, aku akan mengangkat tinggi-tinggi kepalaku dan tidak akan menunduk lagi.    Pulang. Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan roti buatan bunda atau cerita pendek ayah sepulang kerja. Sudah lama hingga aku sadar selama ini aku hanya ditemani nyamuk-nyamuk yang putus harapan. Atau kotak-kotak indah yang dalamnya ternyata hanyalah s...

Now...

Karena hidup adalah sekarang. Bukan kemarin, bukan besok. Dan aku butuh waktu lama untuk menyadarinya. Secuil aku secara tidak sadar mulai hidup kembali dengan kemasan yang baru. Dengan raga yang baru. Dengan ketangguhan yang setiap hari kuamini di setiap doa atas nama orang-orang terkasih. Seperti itulah proses kehidupan, dari sebuah titik hingga menjadi kalimat. Dari sebuah aku sampai menjadi kita. Seperti itulah cara Tuhan menjaga keseimbangan semesta raya dengan rumus empirisnya.  Hidup akan mengikis siapapun yang memilih diam. Yang memilih   menggali lubangnya sendiri. Karena untuk mendaki ketangguhan dibutuhkan sedikit rasa berani. Hanya sedikit, agar manusia tidak menjadi begitu sombong. Hanya sedikit, karena Tuhan menciptakan semuanya sudah pada proporsinya. Tidak kurang. Tidak lebih. Maka, seperti itulah bahagia. Tidak pernah lebih, tidak pernah kurang. Lalu tentang hati, ada password yang harus mereka pecahkan untuk menjajahi hatiku, juga hatimu. Jangan ...

Rindu

Ada rindu yang hanya tanggal secarik tulisan usang. Yang menatapku lekat-lekat di kamar 4x4 dengan harap yang tak lagi hidup. Sudah lama mati. Rindu itu menjelma malam yang dingin yang pasrah dijajah pagi, menjelma awan hitam yang kelihatannya kuat tetapi ketika disentuh hanyalah gantungan asap yang rapuh. Rindu itu semrawut, tidak tertata dengan indah seperti buku cokelat yang kuhadiahkan sebagai kado ulangtahun pada seseorang.  Rindu itu kacau. Semakin kau tahan, semakin manja dan tak tahu diri. Mungkin, di antara aku dan kamu, ada pesan yang belum tersampai. Ada naskah yang belum sempat diketik ulang, ada banyak proposal yang belum sempat ditantangani, dan ada ribuan kata yang belum sempat dideklarasikan. Lalu, jika pagi datang dengan senyumnya, aku mengingat segala ucapan semangat dan selamat pagi yang dulu sering membanjiri kotak masuk phonecellku hingga penuh sesak. Tapi seiring dewasanya pagi, semuanya sepi. Hening. Alam seakan tidak mau berisik karena tak...