Langsung ke konten utama

Kuat Itu Hanya Lelucon

"tidak perlu memaksakan untuk menjadi kuat. karena kuat itu naluri. naluri untuk mempertahankan diri. ada dimana kau harus benar-benar menjadi garang dan buas"

Benarkah selama ini kekuatan itu hanyalah sosok yang abstrak? Mungkin. Malam itu, aku berada pada penghujung lelah yang menggerogoti seluruh keberanianku untuk hidup. Malam itu aku berada pada persimpangan antara dunia 3 dimensi dengan dunia 4 dimensi. Aku telah kembali terlahir menjadi apa yang memang seharusnya aku jalani. Semuanya kembali normal setelah pembunuhan itu berakhir. Dan aku telah melupakan semuanya. Setiap detail peristiwa itu.
Setiap hari aku melihat matahari terbenam di tempait kesukaanku. Senja namanya. Dulu aku begitu merindukan senja. Ada pesan yang disampaikan kepadaku tentang senja. Bahwa aku harus menemuinya untuk mengobati seluruh lukaku. Agar aku bisa hidup lebih lama. Agar aku bisa tegar dalam perjalanan yang merepotkan ini. Entah siapa yang dulu mengatakan hal tersebut kepadaku, aku tidak begitu ingat namanya. Aku juga tidak ingat wajahnya. Aku hanya mengingat pesan misterius itu. Saat itu aku masih kecil, bodoh, dan sangat ceroboh. Sejauh perjalananku menemukan senja aku menjumpai berbagai bentuk inkarnasi kehidupan yang kukira hanya ada di negeri dongeng. Tentang apapun yang mengerikan dan menjadikanmu lari ketakutan ke pangkuan ibumu. Tetapi aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk itu. Ibu. Aku sudah lama merindukannya. Aku sudah lama ingin bertemu dengannya. Menitipkan sebagian luka yang sangat meresahkan ini dan biarkan ia yang akan membakarnya hingga menjadi abu dan takkan pernah kembali sampai kapanpun. Ibu. Aku ingin seperti mereka sesungguhnya. Tetapi apa boleh buat, sepertinya aku adalah salah satu bentuk inkarnasi kehidupan yang Tuhan ciptakan. Aku menjalani kehidupan yang asimetris bersama orang-orang yang juga asimetris. Dengan luka yang simetris namun tetap membuat kita hidup secara manusiawi di alam semesta yang misterius ini. Aku sedikit kelabu di antara yang berwarna, dan aku sedikit bercahaya di dalam hitam. Itulah mungkin yang membuat aku kehilangan frekuensi dan sulit menjadi bagian dari sistem kehidupan yang serba cepat dan berganti-ganti pola itu. Aku adalah manusia lawas yang lebih nyaman dengan satu kondisi, mungkin status quo bisa jadi istilah terbaik untuk penggambaran diriku. Karena itulah aku terkadang cenderung loyal, bahkan terlalu loyal. Tetapi perubaha terus saja mengikis kastil yang telah aku buat dengan pasirku sendiri. Dan setiap kali kastil itu roboh, aku mencoba mendirikannya dengan fondasi lain yang lebih kuat. Sampai aku berhasil mendirikan seluruh komponen kastil itu tanpa cacat satu pun.
Tetapi, aku terlalu bodoh. Gadis yang sangat lugu dan bodoh. Aku bahkan termakan oleh kisah konyol tentang pahlawan, penyelamat, dan juga senja. Aku tahu. Sebenarnya senja itu tidak pernah ada. Aku tahu sejak aku berjalan mendekati senja, ia semakin menjauh. Atau mungkin aku masih belum pantas menerima sinarnya. Senja, yang selama ini telah membangkitkan semangatku saat terjatuh adalah omong kosong layaknya orang-orangan sawah yang bahkan tidak memiliki jiwa. Tetapi pengejaranku tentang senja mengajarkanku segalanya. Segalanya yang bahkan tidak bisa dinilai oleh senja itu sendiri. Jika saja aku bisa bertemu dengan pemberi pesan tentang senja itu sekali lagi, aku akan memeluknya dan berterima kasih atas segala kebohongan ini. Terkadang dalam sebuah pencarian, kita tidak benar-benar memerlukan hasil akhir. Sama sekali tidak. Selama ini yang membuatku kuat berdiri bukan senja itu, tetapi Tuhan yang aku yakini dalam hati dan juga pahlawan yang tersembunyi di dalam keegoanku sendiri. Itulah yang menyelamatkanku selama ini. Sama sekali tidak ada senja. Sama sekali tidak ada pahlawan penyelamat. 
Karena kekuatan itu hanyalah magis yang menjelma menjadi nyata ketika kau mantrai dengan kepercayaan dan uap-uap doa. Mungkin memang seperti itulah cara terbaik mengajarka kehidupan kepada manusia. Bukan tanpa alasan, tetapi menjadikan proses dan pemahaman sebagai ujung tombak merupakan manuver yang sangat tepat. Karena kita bahkan tidak dapat mengetahui musuh akan datang pada saat yang seperti apa, pada saat kondisi kita bagaimana, musuh bisa saja tiba-tiba menjelma menjadi bagian lain dari dirimu dan meminta persetujuan melebihi surat obligasi yang pernah kau tandatangani. Karena itu jangan pernah terkecoh dengan musuh yang mengatasnamakan kata hati atau kata yang lainnya. Karena kata hati itu hanya ada dalam dirimu. Dan hanya satu. Tidak lebih. Iya atau tidak. Itu saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku ingin pulang......

Pulang. Aku ingin pulang dan menghambur pelukan yang hangat pada siapapun yang kusebut “dia”. Aku ingin pulang dan meletakkan semua kesedihan pada karung kumal untuk kusembunyikan di gudang penyimpanan. Biar tikus dan kecoa menghancurkannya perlahan. Perlahan hingga tanpa sisa, tanpa bekas sedikitpun. Aku lupa arah yang membawaku ke jalan dimana aku kecil adalah Putri Kecil. Aku mungkin akan pulang membawa luka yang lebih parah dari sebelumnya. Tapi aku tidak akan terlihat begitu menyedihkan. Hanya saja aku akan datang dengan kemasan yang berbeda. Menyembunyikan sedikit memar yang tampak. Menyuguhkan senyum manja. Seperti yang sudah-sudah, aku akan mengangkat tinggi-tinggi kepalaku dan tidak akan menunduk lagi.    Pulang. Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan roti buatan bunda atau cerita pendek ayah sepulang kerja. Sudah lama hingga aku sadar selama ini aku hanya ditemani nyamuk-nyamuk yang putus harapan. Atau kotak-kotak indah yang dalamnya ternyata hanyalah s...

Now...

Karena hidup adalah sekarang. Bukan kemarin, bukan besok. Dan aku butuh waktu lama untuk menyadarinya. Secuil aku secara tidak sadar mulai hidup kembali dengan kemasan yang baru. Dengan raga yang baru. Dengan ketangguhan yang setiap hari kuamini di setiap doa atas nama orang-orang terkasih. Seperti itulah proses kehidupan, dari sebuah titik hingga menjadi kalimat. Dari sebuah aku sampai menjadi kita. Seperti itulah cara Tuhan menjaga keseimbangan semesta raya dengan rumus empirisnya.  Hidup akan mengikis siapapun yang memilih diam. Yang memilih   menggali lubangnya sendiri. Karena untuk mendaki ketangguhan dibutuhkan sedikit rasa berani. Hanya sedikit, agar manusia tidak menjadi begitu sombong. Hanya sedikit, karena Tuhan menciptakan semuanya sudah pada proporsinya. Tidak kurang. Tidak lebih. Maka, seperti itulah bahagia. Tidak pernah lebih, tidak pernah kurang. Lalu tentang hati, ada password yang harus mereka pecahkan untuk menjajahi hatiku, juga hatimu. Jangan ...

Rindu

Ada rindu yang hanya tanggal secarik tulisan usang. Yang menatapku lekat-lekat di kamar 4x4 dengan harap yang tak lagi hidup. Sudah lama mati. Rindu itu menjelma malam yang dingin yang pasrah dijajah pagi, menjelma awan hitam yang kelihatannya kuat tetapi ketika disentuh hanyalah gantungan asap yang rapuh. Rindu itu semrawut, tidak tertata dengan indah seperti buku cokelat yang kuhadiahkan sebagai kado ulangtahun pada seseorang.  Rindu itu kacau. Semakin kau tahan, semakin manja dan tak tahu diri. Mungkin, di antara aku dan kamu, ada pesan yang belum tersampai. Ada naskah yang belum sempat diketik ulang, ada banyak proposal yang belum sempat ditantangani, dan ada ribuan kata yang belum sempat dideklarasikan. Lalu, jika pagi datang dengan senyumnya, aku mengingat segala ucapan semangat dan selamat pagi yang dulu sering membanjiri kotak masuk phonecellku hingga penuh sesak. Tapi seiring dewasanya pagi, semuanya sepi. Hening. Alam seakan tidak mau berisik karena tak...