Mungkin kau benar. Kebebasanku saat ini hanyalah angan-angan yang mengamuk dan telah manjadi luka dengan penuh borok yang busuk.
Mungkin kau benar. Selama ini aku beradu dengan peluhku sendiri mencapai sesuatu yang kusebut puncak dari segala puncak.
Kebebasan itu sebenarnya palsu, sangat palsu. Bahkan kita sendiri sebagai manusia seringkali terkurung dalam kebabasan yang kita ciptakan dengan secara tidak sengaja. How was that happen to us? Simple saja. Manusia seperti kita seringkali terkurung dalam pikiran yang membesarkan impian kami sendiri, tanpa bisa mengendalikan pikiran tersebut. Sampai suatu ketika pikiran itu berubah menjadi manja dan menuntut untuk dipenuhi. Itu yang mereka sebut bebas. Bebas berkreasi, bebas bergaul, bebas bersuara. Padahal pada kenyataannya otak mereka tumpul dengan aturan-aturan saklek yang diterapkan oleh sistem dari entah, pergaulan mereka terbatas sesuatu yang mereka anggap "aman" dan "wajar", dan juga suara mereka tercekik di perbatasan antara realita dan maya. Miris. Tetapi itulah manusia yang kita kenal. Yang seringkali mengandalkan kebebasan dan hak asasi pribadi untuk melakukan sesuatu yang bahkan lebih tidak manusiawi. Sama sekali tidak manusiawi jika kita memahami hakikat bebas itu sendiri.
Pada kenyataanya, kebebasan itu tidak ada. Manusia hidup dan dijerat dengan aturan-aturan yang terwujud dari entah. Kemudian mereka yang menyebut diri mereka manusia sejati mengatasnamakan kebebasan untuk meraih sesuatu. Ambisi, obsesi, dan juga misi yang cenderung kadang terlalu konyol.
Bebas memilih pasangan hidup, bebas memilih hidup yang seperti apa, bebas memilih jalan mana yang mereka akan lalui, pertanyaannya hanya satu. Benarkah manusia-manusia itu sebebas itu? Atau semua itu hanyalah alih-alih untuk menyamarkan borgol yang ada di tangan mereka dan rantai di pundak mereka? Think wiser and deeper then.
Komentar
Posting Komentar