Langsung ke konten utama

Aku Pukul Telak Kali Ini


Hai, bagaimana harimu?
Hujanmu menyenangkan?
Aku masih berbalut jaket tebal pemberianmu.
Hangat juga.
Aku tidak pernah menemukan ide baru untuk membunuh yang satu ini.
Sepi.
Iya, rasa sendiri dan tidak tahu diri.

Kamu bilang kan dulu akan kembali?
Katamu kita akan bertading sampai kalah.
Sampai semangat kita berlumur darah.
Aku menengok jam tangan Swiss di pergelangan tanganku, waktu semakin memburu.
Tetapi, aku tak kunjung menemukan aromamu.
This Game Is Mine

Aku bersimbah janjiku sendiri di sini.
Untuk menemuimu di lorong rahasia kita.
Kau bilang kita akan bermain lagi hingga senja memeluk senja berikutnya.
Lantas aku segera meneduhkan punggungku di gubuk renta.
Untuk berlindung dari hujan hari ini.
Aroma tanah yang bercumbu dengan aroma tubuhmu.
Aku rasa aku ingat betul aroma itu.

Kota kita masih sama kan?
Atau bahkan kau sedang di sini menungguiku.
Hanya saja dimensi kita yang berbeda.
Lantas, bagaimana aku bisa menuntaskan permainan ini?
Jika untuk melihatmu saja aku tidak bisa.
Kau bilang kali ini kau akan menang telak melawanku.
Kemarikan tubuhmu biar aku endus bersama angin sore.

Hai?
Kalau kau tidak menjawab.
Maka, aku lah yang menang.
Karena kau bahkan sebenarnya sudah aku kalahkan telak.
Ketika tanganmu membelai lembut rambutku dulu.

dhe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku ingin pulang......

Pulang. Aku ingin pulang dan menghambur pelukan yang hangat pada siapapun yang kusebut “dia”. Aku ingin pulang dan meletakkan semua kesedihan pada karung kumal untuk kusembunyikan di gudang penyimpanan. Biar tikus dan kecoa menghancurkannya perlahan. Perlahan hingga tanpa sisa, tanpa bekas sedikitpun. Aku lupa arah yang membawaku ke jalan dimana aku kecil adalah Putri Kecil. Aku mungkin akan pulang membawa luka yang lebih parah dari sebelumnya. Tapi aku tidak akan terlihat begitu menyedihkan. Hanya saja aku akan datang dengan kemasan yang berbeda. Menyembunyikan sedikit memar yang tampak. Menyuguhkan senyum manja. Seperti yang sudah-sudah, aku akan mengangkat tinggi-tinggi kepalaku dan tidak akan menunduk lagi.    Pulang. Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan roti buatan bunda atau cerita pendek ayah sepulang kerja. Sudah lama hingga aku sadar selama ini aku hanya ditemani nyamuk-nyamuk yang putus harapan. Atau kotak-kotak indah yang dalamnya ternyata hanyalah s...

Now...

Karena hidup adalah sekarang. Bukan kemarin, bukan besok. Dan aku butuh waktu lama untuk menyadarinya. Secuil aku secara tidak sadar mulai hidup kembali dengan kemasan yang baru. Dengan raga yang baru. Dengan ketangguhan yang setiap hari kuamini di setiap doa atas nama orang-orang terkasih. Seperti itulah proses kehidupan, dari sebuah titik hingga menjadi kalimat. Dari sebuah aku sampai menjadi kita. Seperti itulah cara Tuhan menjaga keseimbangan semesta raya dengan rumus empirisnya.  Hidup akan mengikis siapapun yang memilih diam. Yang memilih   menggali lubangnya sendiri. Karena untuk mendaki ketangguhan dibutuhkan sedikit rasa berani. Hanya sedikit, agar manusia tidak menjadi begitu sombong. Hanya sedikit, karena Tuhan menciptakan semuanya sudah pada proporsinya. Tidak kurang. Tidak lebih. Maka, seperti itulah bahagia. Tidak pernah lebih, tidak pernah kurang. Lalu tentang hati, ada password yang harus mereka pecahkan untuk menjajahi hatiku, juga hatimu. Jangan ...

Rindu

Ada rindu yang hanya tanggal secarik tulisan usang. Yang menatapku lekat-lekat di kamar 4x4 dengan harap yang tak lagi hidup. Sudah lama mati. Rindu itu menjelma malam yang dingin yang pasrah dijajah pagi, menjelma awan hitam yang kelihatannya kuat tetapi ketika disentuh hanyalah gantungan asap yang rapuh. Rindu itu semrawut, tidak tertata dengan indah seperti buku cokelat yang kuhadiahkan sebagai kado ulangtahun pada seseorang.  Rindu itu kacau. Semakin kau tahan, semakin manja dan tak tahu diri. Mungkin, di antara aku dan kamu, ada pesan yang belum tersampai. Ada naskah yang belum sempat diketik ulang, ada banyak proposal yang belum sempat ditantangani, dan ada ribuan kata yang belum sempat dideklarasikan. Lalu, jika pagi datang dengan senyumnya, aku mengingat segala ucapan semangat dan selamat pagi yang dulu sering membanjiri kotak masuk phonecellku hingga penuh sesak. Tapi seiring dewasanya pagi, semuanya sepi. Hening. Alam seakan tidak mau berisik karena tak...