Hi Gals,
Aku
kurang tahu bagaimana cara menyapa pembaca yang baik seperti kalian. Maaf jika
aku tiba-tiba hadir dengan wajah kusut. Setelah sekian lama berdiam diri
tentunya. Yah, to figure everything out.
Sedikit aku katakan bahwa aku saat ini sedang berada pada masa sulit. Semua orang
mengalaminya aku rasa.
Yah,
well, aku sepertinya terlalu banyak
melewatkan hal-hal di penghujung tahun ini. Terlalu banyak yang mungkin hanya
lewat sekelebat kemudian menjadi kenangan yang tidak pernah teringat di memori.
Begitulah.
Aku
sulit mengawali sebuah kata-kata atau mencari alasan di balik secarik kertas
yang aku remas kemudian nasibnya berakhir di tempat sampah. Miris. Aku sulit
mengungkapkan apa yang harus aku ungkapkan. Ada di antaraya adalah rahasia,
sebut saja hanya aku satu-satunya manusia yang boleh mengetahuinya. Tetapi ada juga di
antaranya adalah duri yang sangat menyakitkan jika tidak segera aku singkirkan.
That’s life, isn’t it?
Aku
melewatkan malam tahun baru bersama keluargaku. As usual, just me, Dad, Sist and Bro. Without Mom. Always the same every year.
Dulu,
ketika aku masih kecil, aku sangat iri kepada tetangga sebelahku yang selalu
melewatkan malam pergantian tahun dengan bersuka-cita di suatu tempat. Anggap saja
tempat itu sangat menyenangkan dan aku amat sangat mendambakannya. Sial. Dan aku
tidak pernah mengalami hal menyenangkan itu sekalipun. Sedangkan tetanggaku
selalu melewatkannya setiap tahun. Every single
year.
Malam
tahun baru bukanlah malam yang patut untuk dirayakan apalagi dihabiskan untuk
berhura-hura. Dad selalu menceramahiku seperti itu. Tetapi beliau tidak pernah
melarangku ketika aku menghabiskan malam yang menurutku sacral itu bersama
teman-temanku. That’s fair I think.
New Year Eve |
Tetapi
aku sadari bahwa ada yang kurang. Aku merasa hampa, kosong, dan bahkan tidak
mampu mendengarkan hingar bingar itu meski di keramaian. Aku tuli. Aku buta. Aku
mungkin hanya mendambakan satu hal, kebersamaan. Kebersamaan yang dapat aku
rasakan di tengah-tengah hangatnya keluargaku. Kebersamaan yang mampu aku
rasakan ketika semua orang cemas menungguku di beranda Rumah Sakit beberapa
minggu yang lalu.
Dan
malam tahun baru 2015 aku habiskan bersama sesuatu yang aku sebut kebersamaan itu.
Tidak
ada yang istimewa. Tidak ada lilin yang temaram atau makan malam dengan menu
masakan asing. Bahkan tidak ada trompet. Sungguh kalau aku boleh bilang itu
bukanlah malam tahun baru, lebih mirip malam kudus.
Tetapi
aku menikmatinya.
Setidaknya
aku bisa bersama Dad. Itu sudah cukup melegakan hatiku. Itu sudah cukup untuk
membuktikan bahwa putrinya lebih memilih Raja yang bertahta di rumah daripada
Pangeran semalam yang berada di luar sana.
Biasanya
aku membuat secangkir kopi. Tetapi karena alasan medis, aku dianjurkan untuk
mengganti minuman kopiku dengan coklat panas. That’s a great deal for me.
Kemudian
aku mendengar deru kendaraan tetangga sebelah yang sepertinya meninggalkan
rumahnya untuk sebuah pesta sakral. Aku tertawa kecil sambil menggenggam
secangkir coklat panas. Malam tahun baru kami terasa dingin, dingin dalam arti
yang sesungguhnya. Dingin karena hujan tidak henti-hentinya mengguyur bumi
sejak sore. Hujan. Kami merayakan malam tahun baru bersama hujan dan kehangatan
di depan ruang TV. Sembari menikmati drama keluarga yang ditayangkan menyusul
tahun baru. Pihak televisi swasta sepertinya paham betul dengan tipe-tipe keluargaku. Aku
kembali tertawa. Tetapi kali ini dengan vibrasi yang lebih kecil.
Tentang
resolusi, secara teknis aku bahkan tidak pernah menuliskan sebuah resolusi. Bagiku
tidak perlu menunggu sebuah Januari awal untuk menuliskan target atau mimpi. Secara
mental, otakku sudah didesign untuk menuliskan mimpi di aksonku dan
mengingatnya setiap waktu. That’s a gift.
Bagiku,
setiap hari adalah kesempatan baru. Setiap hari adalah hari baru. Setiap hari
adalah pintu baru yang menghubungkan antara kemungkinan dan kesempatan. Setiap hari
adalah milik kita semua. Yang masih menghargai waktu dan bersedia
memperlakukannya dengan santun.
We deserve better of ourself every single
day.
Much Love,
Dhe.
Komentar
Posting Komentar