Langsung ke konten utama

Tawa



Hari ini kita tertawa
Menertawakan kebodohan masing-masing
Saling terpingkal di antara musik jazz yang menderu seru di ujung café
Hari ini kita menarik tangan kita sendiri
Menjauhkan dari jangkauan tangan lain
Kita sama-sama takut
Kita sama-sama pengecut
Katanya ingin menyelamatkan diri
Tetapi dinding tua di sebelah café justru tertawa keras

Kita terpingkal sampai lelah
Sampai bersimpuh di tanah dan berharap perut kita tidak sobek hari ini juga
Kita menyumpahi diri sendiri
Di antara tumpukan struk belanja yang tercecer di meja
Kita merangkainya hingga membentuk lembaran dollar bergambar wajah kita sendiri
Ah, apakah kita sebodoh itu?

Laughter

Kita masih berhadapan
Saling bertatap pandang
Kita semakin takut
Akan hari esok, lusa dan seterusnya
Karena hari ini kita telah kehilangan keberanian yang selama ini mengaum bagaikan singa hutan
Kini singa itu bahkan telah ompong

Kita memeluk tubuh masing-masing
Dingin cuaca tidak sedingin perasaan kita
Jendela bening yang menerawangkan bayangan kita ikut berbisik
Berbisik kasak-kusuk yang tidak kita dengar
Karena sejak hari ini kita memang lelah mendengar
Kita juga lelah melihat
Kita terperosok di antara norma yang dibuat manusia
Padahal kita sama sekali tidak sama
Mungkin hari ini mereka tertawa karena melihat kita yang berwarna lain
Tetapi besok giliran kita yang tertawa karena melihat mereka berwarna sama

Dhe.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari ini kita tidak ada bedanya..

Hari ini. Hari dimana sebuah kata menjelma segumpal peluk hangat dan secangkir manisnya persaudaraan. Hari ini. Hari dimana seorang aku ternyata bukan hanya sebatas aku, tetapi tentang apapun itu yang menggantung di pundakku hingga kuku tanganku kaku karena membeku. Tidak seburuk itu, karena hidup ini bukan skripsi, jadi tidak ada revisi. Tidak seperti yang kau pikir di otak bebalmu itu, karena hidup ini memang tidak semudah itu.  Hari ini, lagi kumaknai hari dimana siapapun berhak memiliki dan berjuang atas nama sesuatu. Mobil mewah, apartemen megah, suami setia atau apapun yang mereka sebut cita-cita. Tidak ada batas, tidak ada beda. Kamu, yang menjadikanku pemilih dalam hidup. Pemilih atas sesuatu yang telah aku tentukan sebelumnya, akhirnya aku memilih jalanku. Jalanku yang kau bilang berliku. Tetapi kau selalu memegang pundakku dari jauh. Jangan sampai terjatuh, karena aku bahkan tidak bisa membedakan mana jurang mana jalan.   Itulah kau, yang kusebut nyawa baru bag...

Paket Mimpi

They said "Follow your dreams!". But, if my dreams broke into thousand pieces. Which one I should follow? “Makan, yuk?” tanyaku sambil menjepit smartphone di antara bahu dan telinga kananku. Bastian Faldanu, nama pria yang tertera di layar smartphone Sonyku. “Makan dimana?” tanyanya sambil menguap. Kebiasaan. Jam segini baru bangun. Batinku terkekeh.  “Biasanya aja?” aku balik bertanya sambil membereskan file-file mengajarku dan memasukkannya ke tas ransel. Hap. Beres.  “Jangan deh. Padang, yuk?” tawarnya.  “Okay. Aku jemput ya, bentar lagi berangkat.” Ucapku sambil mengakhiri pembicaraan di telfon. Pagi itu, oh mungkin agak siangan. Pukul 10.30, aku bergegas mengendarai kendaraanku ke arah tempat kos sahabatku. Sangat cepat. Takut keburu kres dengan waktu mengajar privatku.  Tidak lama kemudian, pria itu keluar dari pagar kosnya dengan menggunakan celana pendek abu-abu dan polo shirt warna merah maroon. Dan, sebagai tambahan saja. Dia...