Langsung ke konten utama

Kadang Hidup Memang Harus Se-Seru Ini



Pagi ini. 3 oktober 2015. Sehari setelah malam panjang yang penuh drama. 

Aku pulang dengan kondisi memprihatinkan. Rambut kusam terikat ke atas seperti biasa, muka pucat pasi kurang tidur, di bahu kanan terselempang jaket kulit dan aku masih sangat berat untuk membuka mata. Setelah berterima kasih kepada teman perempuanku, aku berjalan menuju tempat kosku.

Setiba di kamar nomor 5, notifikasi BBM berbunyi.

Bastian faldan. He said, “Nyaaaaak? Tadi malem tidur mana?”

I’m typing….. “Bubuk kose temen. Aku aman kok.”

He replied……. “Mau makan pagi? Aku tak sikat gigi plus cuci muka dulu. Baru bangun nih”

Aku masih terpaku lama.

Memandangi layar handphoneku yang kemudian meredup. Aku. Ah, terlalu banyak yang ingin aku ceritakan kepadamu wahai anak muda. Tapi, aku lantas tidak bisa harus memulainya darimana.

I’m typing…. “Oke, aku mandi dulu. Aku “kotor” nih.”

He shouted…. “Edyaaaaaaaaaaaaaaaan kowe!!!! Hahahahhahahahahahaha.”
***

In the food corner.

He asked, “What’s wrong seng asli? Lain kali jangan sendirian. Biar gak ada yang gangguin. Sekuat-kuatnya kamu, kamu masih cewek. Tetep kodrat itu gak bisa dihapuskan.”
This Life Is  Bitter Than Coffee

Aku masih mengaduk-aduk dengan ogah makanan yang tersaji di hadapanku. Nafsu makanku benar-benar kacau. Kemudian aku berdiri dan berjalan menuju showcase berwarna merah yang terpampang di pojokan ruangan. Mengambil sebotol teh dingin dan membukanya. Seperti biasa, aku meminumnya tanpa bantuan sedotan plastik. Lebih bersensasi jika langsung diminum melalui mulut botolnya. Dan, untuk beberapa saat setelah aku meneguk teh botol itu, aku merasa… keren. Lantas aku berjalan menuju wastafel. Untuk sekedar memperhatikan diriku di cermin. Rambut hitam-coklat yang terjuntai panjang sampai pinggang. Lipstick bernuansa nude yang terpoles sempurna. Aku menatap pantulan di kaca besar itu sembari berbisik lirih, “Kuatlah, Anak Manis!”

Tidak memerlukan waktu lama untuk berbicara kepada sahabat lelakiku itu. Awalnya aku bingung, bagian mana dulu? 

He stared at me….”Ah, seserius itu?”

I stared at the blank air alias melamun sembari berkata…. “Apakah hidup harus seseru ini, Nak?”

He continued… . “So? Udah berusaha cari info rumah di deket sini? Belum ada kabar dari RS? Atau kakakmu belum bisa dihubungi? Ibuk gimana? Udah tau tentang hal ini?”

I replied… . “Bahkan sampai saat ini aku belum dapat kabar dari kakak maupun dari RS. Aku juga belum sempat telfon Ibuk. Ibuk kayaknya sibuk dengan pekerjaannya. Ibuk bisa  dipastikan belum siap untuk keputusan sebesar itu, Nak. Tetapi aku and kakakku udah kekeuh. Nanti sambil jalan aku juga bakal kunjungi showroom di daerah Malang sini. Cari mobil bekas yang agak murah. Aku sudah siap dengan segala kemungkinan terburuk. Segalanya. Tapi, untuk saat ini aku merasa “lelah”. Lelah jadi wanita yang harus kejar-kejaran dengan waktu. Lelah dengan segala air mata yang tumpah di ruang hemodialisa. Lelah dengan setiap teriakkan di rumah itu. And that's why tadi malam aku kacau. Berangkat ke Grand Canyon sendirian. Please, jangan pergi dulu, Anakku. Nyakmu ini sedang butuh manusia yang benar-benar “manusia”. Aku tidak bisa percaya orang lain untuk saat ini.  Bahkan, aku juga nyaris tidak percaya dengan diriku sendiri.”

Bastian Faldan hanya menyimak. Tidak menimpali apapun.

Aku meneguk teh yang masih tersisa di botol kaca bening itu. Dengan pose mirip saat meneguk setan merah (Cabernet Sauvignon).

He said… . “Hidupmu memang seru, Nyak.”

Rosalie.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku ingin pulang......

Pulang. Aku ingin pulang dan menghambur pelukan yang hangat pada siapapun yang kusebut “dia”. Aku ingin pulang dan meletakkan semua kesedihan pada karung kumal untuk kusembunyikan di gudang penyimpanan. Biar tikus dan kecoa menghancurkannya perlahan. Perlahan hingga tanpa sisa, tanpa bekas sedikitpun. Aku lupa arah yang membawaku ke jalan dimana aku kecil adalah Putri Kecil. Aku mungkin akan pulang membawa luka yang lebih parah dari sebelumnya. Tapi aku tidak akan terlihat begitu menyedihkan. Hanya saja aku akan datang dengan kemasan yang berbeda. Menyembunyikan sedikit memar yang tampak. Menyuguhkan senyum manja. Seperti yang sudah-sudah, aku akan mengangkat tinggi-tinggi kepalaku dan tidak akan menunduk lagi.    Pulang. Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan roti buatan bunda atau cerita pendek ayah sepulang kerja. Sudah lama hingga aku sadar selama ini aku hanya ditemani nyamuk-nyamuk yang putus harapan. Atau kotak-kotak indah yang dalamnya ternyata hanyalah s...

Now...

Karena hidup adalah sekarang. Bukan kemarin, bukan besok. Dan aku butuh waktu lama untuk menyadarinya. Secuil aku secara tidak sadar mulai hidup kembali dengan kemasan yang baru. Dengan raga yang baru. Dengan ketangguhan yang setiap hari kuamini di setiap doa atas nama orang-orang terkasih. Seperti itulah proses kehidupan, dari sebuah titik hingga menjadi kalimat. Dari sebuah aku sampai menjadi kita. Seperti itulah cara Tuhan menjaga keseimbangan semesta raya dengan rumus empirisnya.  Hidup akan mengikis siapapun yang memilih diam. Yang memilih   menggali lubangnya sendiri. Karena untuk mendaki ketangguhan dibutuhkan sedikit rasa berani. Hanya sedikit, agar manusia tidak menjadi begitu sombong. Hanya sedikit, karena Tuhan menciptakan semuanya sudah pada proporsinya. Tidak kurang. Tidak lebih. Maka, seperti itulah bahagia. Tidak pernah lebih, tidak pernah kurang. Lalu tentang hati, ada password yang harus mereka pecahkan untuk menjajahi hatiku, juga hatimu. Jangan ...

Rindu

Ada rindu yang hanya tanggal secarik tulisan usang. Yang menatapku lekat-lekat di kamar 4x4 dengan harap yang tak lagi hidup. Sudah lama mati. Rindu itu menjelma malam yang dingin yang pasrah dijajah pagi, menjelma awan hitam yang kelihatannya kuat tetapi ketika disentuh hanyalah gantungan asap yang rapuh. Rindu itu semrawut, tidak tertata dengan indah seperti buku cokelat yang kuhadiahkan sebagai kado ulangtahun pada seseorang.  Rindu itu kacau. Semakin kau tahan, semakin manja dan tak tahu diri. Mungkin, di antara aku dan kamu, ada pesan yang belum tersampai. Ada naskah yang belum sempat diketik ulang, ada banyak proposal yang belum sempat ditantangani, dan ada ribuan kata yang belum sempat dideklarasikan. Lalu, jika pagi datang dengan senyumnya, aku mengingat segala ucapan semangat dan selamat pagi yang dulu sering membanjiri kotak masuk phonecellku hingga penuh sesak. Tapi seiring dewasanya pagi, semuanya sepi. Hening. Alam seakan tidak mau berisik karena tak...