Langsung ke konten utama

Kaleng Soda



Sore itu aku pulang bekerja seperti biasa. Tidak ada yang istimewa. Pukul 16.11 WIB aku berjalan menuju parkiran kendaraan, sebentar kemudian aku langsung tancap gas. Menuju tempat dimana kita dulu pernah saling berbagi luka dan rasa senja. Tempat itu. Dulu kita sering menghabiskan soda di tempat yang bisa dibilang sangat sederhana itu. Meskipun aku selalu melarangmu mengkonsumsi minuman berkarbonasi, kau tetap saja ‘ngeyel’. Dengan wajah tak bersalah kau selalu mempersiapkan dua kaleng soda di tas ranselmu. Kebiasaan yang kini beralih kepadaku.

Aku membuka tasku dan menemukan dua kaleng soda dengan merk kenamaan Amerika. Aku membukanya satu. Satu kaleng lainnya aku biarkan tetap tersimpan di dalam tasku. Ah, aku selalu menyukai suara wakktu pertama kali tutup di kaleng soda itu dibuka. Seperti emosi yang tertahan untuk kurun waktu yang sangat lama. Benar saja, sesaat setelah aku meminum soda tersebut, aku merasa emosiku kembali bergejolak. Entah, rasa rindu atau sekedar bawaan perasaan karena tempat yang sedang aku duduki saat itu sangat penuh dengan kenangan. Sial.

Aku menikmati sodaku. Menyaksikan anak kecil yang sedang riang bermain ayunan dan ada pula beberapa bocah yang sedang beradu lari dengan teman-temannya.

Aku dulu sempat merasa aneh ketika pertama kali kau mengajakku ke tempat ini. Sangat asing bagiku. Karena sejujurnya aku tidak begitu menyukai anak-anak. Terlalu banyak kenangan buruk selama masa kanak-kanakku sehingga aku tidak bisa melihat anak-anak tanpa melihat diriku di masa lalu. Mungkin, untuk alasan itu kau mengajakku “bermain” kemari. Ke taman dekat penjual putu terkenal di kota kami. Jika hari sudah mulai gelap, kau akan menyeretku untuk mendapatkan beberapa potong putu di Pak Dahlan. Kau juga yang memperkenalkan aku dengan pria paruh baya itu.
Soda
Dan sore itu, aku masih bermain dengan imajinasiku sendiri. Berandai-andai sangat konyol bahwa bisa saja kau datang kemari saat itu juga.bkankah kita tidak pernah benar-benar berpisah? Tetapi, kita juga tidak pernah benar-benar bersama.

Dunia ini sangat lucu. Some people together but not in love, in the other hand some people in love but they’re not together.

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.58 WIB. Kaleng sodaku yang lain masih aku biarkan tertutup di dalam tas. Kaleng soda itu layaknya luapan emosiku selama ini. Aku selalu menutupnya dengan senyum yang sempurna. Tetapi aku yakin, suatu saat ketika headspace di dalam botol soda itu tidak lagi kuat menahan tekanan di dalam kaleng, ia akan meledak. Menghambur kemudian hilang.

Notifikasi BBM-ku berbunyi. Dari orang yang tidak aku cintai, tetapi sayangnya kami telah terlanjur bersatu dalam ikatan yang suci.

He said…. “Kena macet, Ma? Aatau mobilnya mogok?”

Aku hanya membacanya dan kembali mempersiapkan energi dan senyuman terbaik untuknya. Karena berpura-pura bahagia itu sangatlah melelahkan.

Besok, aku akan ke tempat ini lagi. Dan akan membeli satu kaleng soda lagi supaya genap menjadi dua kaleng. Karena, jika suatu saat aku bertemu dengan kau yang aku cintai, aku akan memberikan satu kaleng soda itu untukmu. Hanya untukmu.


Rosalie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hai Januari

Hai, Januari. Bulan suciku. Bulan dimana aku 22 tahun yang lalu hanya seonggok daging yang bisa jadi dihidupkan. Atau bisa jadi kehidupan itu dibatalkan. Januari berbekas seperti sisi luka yang tidak pernah mereka tahu. Mereka hanya melihat, tidak menatap tajam. Mereka hanya lewat, tidak merapat. Bulan yang penuh hujan air mata. Ah, andai aku bisa membendungnya. Sedikit saja agar mata ini tidak membengkak kemudian mengumbar tanya. Ada apa dengan matamu? Kemudian aku buru-buru membungkusnya dengan kerutan senyum yang aku buat sendiri. Sembari mengucapkan aku tidak apa-apa versiku sendiri. Hai, Januari. Kau ingat lilin yang meleleh di pelataran tart mewah itu? Kau ingat bungkusan indah yang terbalut pita biru muda yang anggun? Aku masih mengingatnya, tetapi seingatku aku telah lama membuangnya. Bagiku semua itu sudah tidak ada pengaruhnya pada hati yang mulai meradang ini. Radangnya sudah bercabang, hingga membentuk kubangan luka yang ku sebut...

It's Just for Nothing

KARENA SEMUA INI PERCUMA. Percuma. Percuma setiap hari aku berharap kau membaca semua tulisanku. Percuma setiap saat aku berharap kau akan sadar bahwa aku ada untukmu. Percuma setip waktu aku berharap kau akan datang kepadaku. Benar-benar payah. Lebih baik aku lepaskan saja sosokmu itu. Yang dahulu merogoh masuk ke dalam jiwaku dan menembus menguliti dinding hatiku yang kelam. Sudah tidak berarti saat ini. Sudah tidak berpengaruh lagi. Hari ini aku putuskan untuk tidak lagi menjadi manusia menyedihkan bernama diriku. Bukankah seharusnya cinta itu diperjuangkan berdua, bukan sendiri? Aku terbahak dalam imajiku sendiri. Mengumpat pasrah tentang paradox rasa yang hingga saat ini masih susah aku cerna. Aku tersedak dalam stigma-stigma yang bahkan aku sendiri tidak paham tentangnya. Aku tersudut di ujung pikiranku yang tumpul. Aku tersisih di penghujung hatiku yang kian membeku.  Aku terbawa arus hingga ke seberang dan aku tidak mampu berenang, pun menyelam. Sem...

Pesan Singkat

12 November 2014 Tuhan, aku malu. Aku malu memandang wajah teduh yang menyilangkan senyum pasi itu. Aku malu melihat senyum yang sebaiknya tidak pernah kulihat itu. Aku terlampau malu hingga aku hanya bisa memandang jari kakiku sendiri. Tuhan, bolehkah aku melihatnya sekali lagi? Sebelum aku mengurung semua uap-uap memoar ini dalam bingkai kenangan? Hari ini aku berpikir kau tidak akan datang. Satu, dua, tiga, dan aku terus menghitung hingga detik ke sekian ribu. Aku masih saja belum mencium aroma tubuhmu. Aku kembali menghitung, dan pada hitungan kesekian aku teringat kembali serentetan kejadian yang seharusnya tidak pernah terjadi. Yang seharusnya tidak pernah berubah menjadi kenangan yang hanya akan usang dan berdebu seperti aroma rumah tua yang ditinggalkan penghuninya.  Aku kembali duduk santai di tempat duduk dimana aku mengerjakan tugas akhirku. Ada hasrat menghubungimu, tetapi untuk keperluan apa? Aku bahkan bukan partnermu. Aku hanyalah wanita dengan bol...