Langsung ke konten utama

Dear Diary



Dear Diary,

Dad, you make it harder actually. You push me away, now you’re gonna pull me back to that time. I can’t even imagine how we’ll be when we still stay together. Cause, one thing I know for sure about you, that you never really care to us. To me. What’s wrong with you during this time, Dad? You’ve been changing to be someone I can’t recognize. We can’t stand this fight anymore. And I think this fight is pointless. Again, I’m too tired to make it better than it used to be. 

I was alone. All the time. Can you imagine how my life running without Mom, and them? Can you imagine that I’ve been hurting for six years. Was it all never enough? I’m dying inside. But, everytime I go to my own funeral, I stand there so tall with these tears falling from my eyes. I don’t even have someone beside me. 
Dear Dad

Then, I always find the way to make it all alone. To make it dark and senseless. Are we not supposed to be happy? That was the question from sister two days ago. She texted me and questioning that thing to me. I don’t know what the essence of happiness itself, Dad. But, all we want to be is just free from this fearness. Free from this traits. Free from this fucking things.

Sorry to never call you back. I don’t even have a word to say. If you think that you could turn to be that rude, I could do exactly the same way.

Rosalie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tawa

Hari ini kita tertawa Menertawakan kebodohan masing-masing Saling terpingkal di antara musik jazz yang menderu seru di ujung café Hari ini kita menarik tangan kita sendiri Menjauhkan dari jangkauan tangan lain Kita sama-sama takut Kita sama-sama pengecut Katanya ingin menyelamatkan diri Tetapi dinding tua di sebelah café justru tertawa keras Kita terpingkal sampai lelah Sampai bersimpuh di tanah dan berharap perut kita tidak sobek hari ini juga Kita menyumpahi diri sendiri Di antara tumpukan struk belanja yang tercecer di meja Kita merangkainya hingga membentuk lembaran dollar bergambar wajah kita sendiri Ah, apakah kita sebodoh itu? Laughter Kita masih berhadapan Saling bertatap pandang Kita semakin takut Akan hari esok, lusa dan seterusnya Karena hari ini kita telah kehilangan keberanian yang selama ini mengaum bagaikan singa hutan Kini singa itu bahkan telah ompong Kita memeluk tubuh masing-masing Dingin cuaca tidak sed...

Mungkin Ini Hanya Kebetulan

7 November 2014 Malam ini dingin. Lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Aku masih terjaga di dalam ruangan besar bercat putih yang dipadukan dengan warna biru tua. Aku bahkan tidak mengenal rasa kantuk, sudah terlewatkan oleh segala kepenatanku di ruangan yang luas ini. Berharap ada makhluk sejenisku yang merapat dan menemaniku mengerjakan penelitian skripsiku. Tetapi, sabtu malam tampaknya menjadi satu-satunya alasan mengapa ruangan itu kosong melompong. Yah, malam minggu kalau bahasa anak gaulnya. Aku? Ah sudahlah kembali saja ke permasalahan skripsi dan segala tetek bengeknya. Aku kembali terpaku memandangi alat-alat laboratorium yang menjadi satu-satunya teman setiaku. Hanya nyamuk-nyamuk kesepian yang   kerapkali mendarat indah di kulitku. “Dhe…” Aku tersontak kaget. Mendongakkan kepala dan memastikan bahwa itu adalah suara manusia, bukan siluman atau sebangsanya. Dibalik pintu laboratorium aku melihat sosok yang tidak asing lagi di mataku. Dani. Teman satu ju...