Langsung ke konten utama

I Was in Pain


I’m not afraid of death. I’m afraid of being despair on my life.

Aku terkejut. Aku takut. Aku hanya bisa diam. Menyudut di pojok ruangan. Dingin dan tanpa teman. Aku menggigil dengan vibrasi yang luar biasa. Aku mengamini setiap doaku sendiri. Agar aku bisa melihat senja lebih lama, menikmati embun pagi, dan menaikki merry go round. Setidaknya itulah yang ingin aku lakukan sebelum akhirnya aku benar-benar hilang.

Aku tidak memiliki teman special, aku cukup bersyukur. Setidaknya aku tidak perlu memberikan aba-aba tentang perpisahan atau apalah yang membuatnya meneteskan air mata. Ada beberapa sahabat lawas yang bisa diatur ritmenya agar mereka tidak terlalu melow.
I Was In Pain
Hari ini, aku takut. Luar biasa takut. I need some hugs to back me up. Tetapi aku yakin, Tuhan pasti bersamaku dalam hal ini.

Tuhan, tidak pernah membuatku menderita. Ia hanya menunjukkan warna kehidupan yang sesungguhnya. Agar aku tidak mudah tertipu.

Dan untuk pertama kalinya aku mengeluhkan sakit. Sakit dalam arti harfiah. Rasa sakit yang akhirnya aku deklarasikan sembari menggingit bibir, menahan. Aku tahu, untuk sekedar bertahan, ada banyak ‘rasa sakit’ yang nantinya harus aku akrabi terlebih dahulu. 

Aku tidak berkata aku menyerah. Tidak. Tuhan yang Maha Memberi Hidup. Aku percaya itu. 

Aku hanya realistis dengan peluang.

God, this day I will say : The rest is up to You.

dhe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari ini kita tidak ada bedanya..

Hari ini. Hari dimana sebuah kata menjelma segumpal peluk hangat dan secangkir manisnya persaudaraan. Hari ini. Hari dimana seorang aku ternyata bukan hanya sebatas aku, tetapi tentang apapun itu yang menggantung di pundakku hingga kuku tanganku kaku karena membeku. Tidak seburuk itu, karena hidup ini bukan skripsi, jadi tidak ada revisi. Tidak seperti yang kau pikir di otak bebalmu itu, karena hidup ini memang tidak semudah itu.  Hari ini, lagi kumaknai hari dimana siapapun berhak memiliki dan berjuang atas nama sesuatu. Mobil mewah, apartemen megah, suami setia atau apapun yang mereka sebut cita-cita. Tidak ada batas, tidak ada beda. Kamu, yang menjadikanku pemilih dalam hidup. Pemilih atas sesuatu yang telah aku tentukan sebelumnya, akhirnya aku memilih jalanku. Jalanku yang kau bilang berliku. Tetapi kau selalu memegang pundakku dari jauh. Jangan sampai terjatuh, karena aku bahkan tidak bisa membedakan mana jurang mana jalan.   Itulah kau, yang kusebut nyawa baru bag...

Paket Mimpi

They said "Follow your dreams!". But, if my dreams broke into thousand pieces. Which one I should follow? “Makan, yuk?” tanyaku sambil menjepit smartphone di antara bahu dan telinga kananku. Bastian Faldanu, nama pria yang tertera di layar smartphone Sonyku. “Makan dimana?” tanyanya sambil menguap. Kebiasaan. Jam segini baru bangun. Batinku terkekeh.  “Biasanya aja?” aku balik bertanya sambil membereskan file-file mengajarku dan memasukkannya ke tas ransel. Hap. Beres.  “Jangan deh. Padang, yuk?” tawarnya.  “Okay. Aku jemput ya, bentar lagi berangkat.” Ucapku sambil mengakhiri pembicaraan di telfon. Pagi itu, oh mungkin agak siangan. Pukul 10.30, aku bergegas mengendarai kendaraanku ke arah tempat kos sahabatku. Sangat cepat. Takut keburu kres dengan waktu mengajar privatku.  Tidak lama kemudian, pria itu keluar dari pagar kosnya dengan menggunakan celana pendek abu-abu dan polo shirt warna merah maroon. Dan, sebagai tambahan saja. Dia...