Langsung ke konten utama

Aku ingin pulang......



Pulang. Aku ingin pulang dan menghambur pelukan yang hangat pada siapapun yang kusebut “dia”. Aku ingin pulang dan meletakkan semua kesedihan pada karung kumal untuk kusembunyikan di gudang penyimpanan. Biar tikus dan kecoa menghancurkannya perlahan. Perlahan hingga tanpa sisa, tanpa bekas sedikitpun. Aku lupa arah yang membawaku ke jalan dimana aku kecil adalah Putri Kecil. Aku mungkin akan pulang membawa luka yang lebih parah dari sebelumnya. Tapi aku tidak akan terlihat begitu menyedihkan. Hanya saja aku akan datang dengan kemasan yang berbeda. Menyembunyikan sedikit memar yang tampak. Menyuguhkan senyum manja. Seperti yang sudah-sudah, aku akan mengangkat tinggi-tinggi kepalaku dan tidak akan menunduk lagi. 
 

Pulang. Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan roti buatan bunda atau cerita pendek ayah sepulang kerja. Sudah lama hingga aku sadar selama ini aku hanya ditemani nyamuk-nyamuk yang putus harapan. Atau kotak-kotak indah yang dalamnya ternyata hanyalah sampah. Dalam segala keletihan yang membalut tubuhku yang kian mungil, aku masih berharap sekali lagi bisa melakukannya. Karena aku sudah sangat sekarat dan haus. Semangatku untuk berjalan sudah di ujung dengan kepastian yang tumpul. Aku ingin menangis sejadi-jadinya, untuk menitipkan luka ini sesaat pada awan tebal di gantungan kamarku. Aku ingin tersenyum sesaat dengan kenangan masa itu dan membuatnya abadi dalam kenanganku untuk kubawa pergi lagi. Untuk kubawa berkelana lagi hingga menemukan ujung yang pasti. Ujung yang bisa dilihat tanpa harus meninggalkan yang telah usang. Mungkinkah langkahku akan terdahului pagi? Aku hanya tidak mau bergegas untuk jatuh kesekian kali. Lukaku masih sangat basah dan tidak bisa kubawa berkelana kemanapun. Aku hanya butuh sedikit kompres di rumahku yang dulu. Aku hanya ingin merasakan atmosfer dari rumah sederhana yang menggantungkan sedikit senyum di pelatarannya. Meskipun dengan penghuni yang ganjil. Meskipun dengan langkah yang tersedak-sedak untuk memulai kembali. Meskipun rasa beraniku tak mampu mengalahkan takutku akan jalan yang baru. Mungkin ada malaikat yang akan menunjukkan jalanku dengan isyaratnya yang magis. Atau aku harus menyeret tubuhku sendiri ke alam sadar yang penuh kejutan. Entah. Aku hanya ingin menyandarkan sedikit rasa sakit dan ngiluku pada sejumput harapan baru, yang baru lagi. Terlepas dari harapan itu bisa kupercaya lagi atau tidak. 

Pulang. Pada akhirnya semua manusia pasti akan pulang. Pulang dengan dramatisasi mereka sendiri-sendiri. Dengan tubuh yang mereka bawa berkelana hingga lusuh kemejanya karena debu trotoar. Pulang dengan nama yang hanya tinggal nama, atau pulang dengan bingkai baru hadiah Tuhan akan kehidupan yang baik. Aku ingin pulang, dengan caraku sendiri. 

Komentar