Pulang.
Aku ingin pulang dan menghambur pelukan yang hangat pada siapapun yang kusebut “dia”.
Aku ingin pulang dan meletakkan semua kesedihan pada karung kumal untuk
kusembunyikan di gudang penyimpanan. Biar tikus dan kecoa menghancurkannya
perlahan. Perlahan hingga tanpa sisa, tanpa bekas sedikitpun. Aku lupa arah
yang membawaku ke jalan dimana aku kecil adalah Putri Kecil. Aku mungkin akan
pulang membawa luka yang lebih parah dari sebelumnya. Tapi aku tidak akan
terlihat begitu menyedihkan. Hanya saja aku akan datang dengan kemasan yang
berbeda. Menyembunyikan sedikit memar yang tampak. Menyuguhkan senyum manja.
Seperti yang sudah-sudah, aku akan mengangkat tinggi-tinggi kepalaku dan tidak
akan menunduk lagi.
Pulang.
Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan roti buatan bunda atau cerita pendek
ayah sepulang kerja. Sudah lama hingga aku sadar selama ini aku hanya ditemani
nyamuk-nyamuk yang putus harapan. Atau kotak-kotak indah yang dalamnya ternyata
hanyalah sampah. Dalam segala keletihan yang membalut tubuhku yang kian mungil,
aku masih berharap sekali lagi bisa melakukannya. Karena aku sudah sangat
sekarat dan haus. Semangatku untuk berjalan sudah di ujung dengan kepastian
yang tumpul. Aku ingin menangis sejadi-jadinya, untuk menitipkan luka ini
sesaat pada awan tebal di gantungan kamarku. Aku ingin tersenyum sesaat dengan
kenangan masa itu dan membuatnya abadi dalam kenanganku untuk kubawa pergi
lagi. Untuk kubawa berkelana lagi hingga menemukan ujung yang pasti. Ujung yang
bisa dilihat tanpa harus meninggalkan yang telah usang. Mungkinkah langkahku
akan terdahului pagi? Aku hanya tidak mau bergegas untuk jatuh kesekian kali.
Lukaku masih sangat basah dan tidak bisa kubawa berkelana kemanapun. Aku hanya
butuh sedikit kompres di rumahku yang dulu. Aku hanya ingin merasakan atmosfer
dari rumah sederhana yang menggantungkan sedikit senyum di pelatarannya.
Meskipun dengan penghuni yang ganjil. Meskipun dengan langkah yang
tersedak-sedak untuk memulai kembali. Meskipun rasa beraniku tak mampu
mengalahkan takutku akan jalan yang baru. Mungkin ada malaikat yang akan
menunjukkan jalanku dengan isyaratnya yang magis. Atau aku harus menyeret
tubuhku sendiri ke alam sadar yang penuh kejutan. Entah. Aku hanya ingin
menyandarkan sedikit rasa sakit dan ngiluku pada sejumput harapan baru, yang
baru lagi. Terlepas dari harapan itu bisa kupercaya lagi atau tidak.
Pulang.
Pada akhirnya semua manusia pasti akan pulang. Pulang dengan dramatisasi mereka
sendiri-sendiri. Dengan tubuh yang mereka bawa berkelana hingga lusuh kemejanya
karena debu trotoar. Pulang dengan nama yang hanya tinggal nama, atau pulang
dengan bingkai baru hadiah Tuhan akan kehidupan yang baik. Aku ingin pulang,
dengan caraku sendiri.
Komentar
Posting Komentar