Hari
ini. Hari dimana sebuah kata menjelma segumpal peluk hangat dan secangkir
manisnya persaudaraan. Hari ini. Hari dimana seorang aku ternyata bukan hanya
sebatas aku, tetapi tentang apapun itu yang menggantung di pundakku hingga kuku
tanganku kaku karena membeku. Tidak seburuk itu, karena hidup ini bukan
skripsi, jadi tidak ada revisi. Tidak seperti yang kau pikir di otak bebalmu
itu, karena hidup ini memang tidak semudah itu.
Hari
ini, lagi kumaknai hari dimana siapapun berhak memiliki dan berjuang atas nama sesuatu.
Mobil mewah, apartemen megah, suami setia atau apapun yang mereka sebut
cita-cita. Tidak ada batas, tidak ada beda. Kamu, yang menjadikanku pemilih
dalam hidup. Pemilih atas sesuatu yang telah aku tentukan sebelumnya, akhirnya
aku memilih jalanku. Jalanku yang kau bilang berliku. Tetapi kau selalu
memegang pundakku dari jauh. Jangan sampai terjatuh, karena aku bahkan tidak
bisa membedakan mana jurang mana jalan. Itulah
kau, yang kusebut nyawa baru bagi diriku yang lain. Yang secara tidak sengaja
mampir di persinggahan yang sunyi, hati kita. Hati kita yang terukir penuh
gores dan tinta hitam. Meski dalam setiap tawa, ada air hangat yang pecah
hingga akhirnya luruh di bundaran pipimu yang halus. Dan ada pelukan yang
kadang menghambur di sela kata yang terucap ganjil, yang untuk diungkapkan
butuh keberanian level tinggi, yang menjadikanmu telanjang dan malu pada
takdir. Seperti itu kira-kira rasanya. Tetapi tidak semua merasakan, tidak
semua mampu melihat, meski dari dekat.
Lalu
kita saling menatap tajam, saling menguatkan tetapi tanpa kata yang terucap
melalui mulut. Karena tidak ada jaminan keselarasan antara hati dan mulut. Kami
saling megucapkan pesan untukku dan untukmu. Dengan sofa merah sebagai saksinya
dan beberapa pasang mata dari jendela sebagai pertanda bahwa kita nyata. Bahwa apa
yang kita saling ucapkan bukan maya. Lalu bolehkah aku mengambil ketangguhan
darimu, sedikit saja, karena aku telah membayar mahal atas label yang kubuat
untuk diriku sendiri. Tidak murah jika kau ingat jalan yang harus kutaklukan di
persimpangan awal.
Karena
untuk berjalan lagi, kita hanya perlu menata hati yang semrawut tak berdaya. Tak
teratur, seperti puzzle dengan kepingan yang ganjil. Tapi, hidup ini terus kita
jalani bukan? Sebut saja kita tidak pernah merasakan apapun. Kita tetap sama,
tidak ada yang berubah, tidak ada yang kurang sedikitpun pada diri kita. Kita tetap
sama. Tidak ada yang kecewa nantinya. Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu atau
salah mereka. Ini hanyalah peran takdir yang secara acak dipilih dan jatuh ke
dimensimu. Tak apa. Hari ini kita belajar lagi. Karena esok akan menjadi hari
baru bagi siapapun. Yang secara tidak sengaja terjatuh dalam galian yang sama. Jangan
pernah berusaha menyembunyikan pedihnya, karena baunya akan tercium. Rawatlah sebisamu
saja. Sama seperti apa yang telah kita lakukan selama ini, berjalan semampuku,
juga semampumu. Jika sudah teramat letih, rebahkan dan tinggalkan beban itu di
tengah jalan tol. Jangan pernah kau coba membawanya kembali.
NB: for you who always there when i was cry (Verna Mirta)
Komentar
Posting Komentar