Langsung ke konten utama

Tuliskan sendiri judulnya

Mungkin ini yang disebut rasa, sedikit tetapi cukup.
Cukup membuat hati penuh di terasnya, bukan di dalamnya.
Mungkin memang iya.
Namun, beberapa ke-iya-an itu seringkali tersamar oleh ke-tidak-an yang kejam.
Tuliskan sendiri judulnya.
Karena aku tidak ingin menggiringmu.
Aku tak mau mendahului dan menuntunmu.
Tuliskan sendiri judulnya.
Karena aku tak mau mencampuri rasamu.
Rasamu rasamu, bukan rasa rasaku.
Karena aku tidak mau mengajakmu singgah di pelataran takdirku.
Aku hanya mempersilahkan, jika-jika kamu bersedia.
Itu saja.
Tuliskan sendiri judulnya.
Karena aku tidak ingin menatap mata bulat itu secara detail.
Aku takut bola mata itu memancarkan gemerlap yang akan menyinariku.
Tidak, aku tidak mau seperti itu.
Matamu itu, biarlah indah seperti itu.
Aku tidak akan menatapnya.
Karena aku bukan pemandangan yang bagus untuk mata indahmu.
Tuliskan sendiri judulnya.
Antara kau dan aku.
Antara benang merah yang terkait hingga membentuk kalimat penuh kekuatan.
Tetapi, aku tidak ingin menyeretmu dengan kekuatanku.
Kekuatanku terlalu kuat sepertinya.
Maka, tuliskan sendiri saja judulnya.
Untuk semua kertas yang terbuang atau buku yang hangus.
Jangan sampai abunya membuat matamu perih.
Karena aku masih menginginkan kamu untuk bisa melihat yang indah.
Tetapi jangan diriku.
Aku akan menikmati senyum itu melalui CCTV-ku sendiri.
Dan aku tulis judulnya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hai Januari

Hai, Januari. Bulan suciku. Bulan dimana aku 22 tahun yang lalu hanya seonggok daging yang bisa jadi dihidupkan. Atau bisa jadi kehidupan itu dibatalkan. Januari berbekas seperti sisi luka yang tidak pernah mereka tahu. Mereka hanya melihat, tidak menatap tajam. Mereka hanya lewat, tidak merapat. Bulan yang penuh hujan air mata. Ah, andai aku bisa membendungnya. Sedikit saja agar mata ini tidak membengkak kemudian mengumbar tanya. Ada apa dengan matamu? Kemudian aku buru-buru membungkusnya dengan kerutan senyum yang aku buat sendiri. Sembari mengucapkan aku tidak apa-apa versiku sendiri. Hai, Januari. Kau ingat lilin yang meleleh di pelataran tart mewah itu? Kau ingat bungkusan indah yang terbalut pita biru muda yang anggun? Aku masih mengingatnya, tetapi seingatku aku telah lama membuangnya. Bagiku semua itu sudah tidak ada pengaruhnya pada hati yang mulai meradang ini. Radangnya sudah bercabang, hingga membentuk kubangan luka yang ku sebut...

It's Just for Nothing

KARENA SEMUA INI PERCUMA. Percuma. Percuma setiap hari aku berharap kau membaca semua tulisanku. Percuma setiap saat aku berharap kau akan sadar bahwa aku ada untukmu. Percuma setip waktu aku berharap kau akan datang kepadaku. Benar-benar payah. Lebih baik aku lepaskan saja sosokmu itu. Yang dahulu merogoh masuk ke dalam jiwaku dan menembus menguliti dinding hatiku yang kelam. Sudah tidak berarti saat ini. Sudah tidak berpengaruh lagi. Hari ini aku putuskan untuk tidak lagi menjadi manusia menyedihkan bernama diriku. Bukankah seharusnya cinta itu diperjuangkan berdua, bukan sendiri? Aku terbahak dalam imajiku sendiri. Mengumpat pasrah tentang paradox rasa yang hingga saat ini masih susah aku cerna. Aku tersedak dalam stigma-stigma yang bahkan aku sendiri tidak paham tentangnya. Aku tersudut di ujung pikiranku yang tumpul. Aku tersisih di penghujung hatiku yang kian membeku.  Aku terbawa arus hingga ke seberang dan aku tidak mampu berenang, pun menyelam. Sem...

Pesan Singkat

12 November 2014 Tuhan, aku malu. Aku malu memandang wajah teduh yang menyilangkan senyum pasi itu. Aku malu melihat senyum yang sebaiknya tidak pernah kulihat itu. Aku terlampau malu hingga aku hanya bisa memandang jari kakiku sendiri. Tuhan, bolehkah aku melihatnya sekali lagi? Sebelum aku mengurung semua uap-uap memoar ini dalam bingkai kenangan? Hari ini aku berpikir kau tidak akan datang. Satu, dua, tiga, dan aku terus menghitung hingga detik ke sekian ribu. Aku masih saja belum mencium aroma tubuhmu. Aku kembali menghitung, dan pada hitungan kesekian aku teringat kembali serentetan kejadian yang seharusnya tidak pernah terjadi. Yang seharusnya tidak pernah berubah menjadi kenangan yang hanya akan usang dan berdebu seperti aroma rumah tua yang ditinggalkan penghuninya.  Aku kembali duduk santai di tempat duduk dimana aku mengerjakan tugas akhirku. Ada hasrat menghubungimu, tetapi untuk keperluan apa? Aku bahkan bukan partnermu. Aku hanyalah wanita dengan bol...