Ada
rindu yang hanya tanggal secarik tulisan usang. Yang menatapku lekat-lekat di
kamar 4x4 dengan harap yang tak lagi hidup. Sudah lama mati. Rindu itu menjelma
malam yang dingin yang pasrah dijajah pagi, menjelma awan hitam yang kelihatannya
kuat tetapi ketika disentuh hanyalah gantungan asap yang rapuh. Rindu itu
semrawut, tidak tertata dengan indah seperti buku cokelat yang kuhadiahkan
sebagai kado ulangtahun pada seseorang.
Rindu
itu kacau. Semakin kau tahan, semakin manja dan tak tahu diri. Mungkin, di
antara aku dan kamu, ada pesan yang belum tersampai. Ada naskah yang belum
sempat diketik ulang, ada banyak proposal yang belum sempat ditantangani, dan
ada ribuan kata yang belum sempat dideklarasikan.
Lalu,
jika pagi datang dengan senyumnya, aku mengingat segala ucapan semangat dan
selamat pagi yang dulu sering membanjiri kotak masuk phonecellku hingga penuh
sesak. Tapi seiring dewasanya pagi, semuanya sepi. Hening. Alam seakan tidak
mau berisik karena takut membangunkan tidur pagiku. Aku ingin mengumpulkan
remahan itu dan menjadikannya hidup kembali.
Aku
ingin mengulang waktu dan berkata “jangan” untuk mencegah. Hanya untuk
mengetahui seberapa jauh pengaruhku terhadap sergahan itu. Mungkinkah dengan
begitu, kau akan menghambur lagi dan kita bisa saling menyimpan kata
perpisahan. Atau mungkinkah tidak ada pengaruhnya seucap kata ini?
Komentar
Posting Komentar