Langsung ke konten utama

It's Still November



Dear Diary,

It’s 2nd November 2015. It’s supposed to be my scary day anyway. But, I want to tell you something I really feel pain in. It has been two days. I got super dizzy over my head. I took some pain killer. I took some blood supplement. I took it anyway but it’s not work.

So, last evening. Sunday, 1st November 2015. I asked my best Jazzy to walked around with me. Like always. To looked for some fun evening with Iced Cappuccino over our hand. We talked about the job, the people who always screw our life, the people we’ve been before that we don’t want around anymore, and the life’s change.

Remembering when we first meet at the college. When our embrace glance start everything. And it’s been four years since then. Actually I was surprise on how Jazzy saw me in the first time. She though that I’m good. I mean I’m perfect. Always in a great appearance and the best mood all of the entire day. And of course super smart. I was laughing at her over and over again when she told me so. I’m not that perfect little girl, sweetheart.

November

Then, the words keep flowing. We talked about our next step. One step closer to the edge. About what the kind of creature we want to become five years ahead? And that’s made us crazy. Because sometimes life doesn’t come with instructions. You walk, you decided, you take, you deal, and you’ll see what really you are the next step. Me and Jazzy still enjoy our each Iced Cappuccino. We were looking at the sky while arguing why didn’t alien take us with them? We laugh super loud that part.

Then, she asked about me. Because last time I went with her, I took her with me to hospital in order to saw my Dad. And in the reality she finally knew what I’ve been dealing with along this time. She figured out the reason why I always feel mess, broken, and vapid. And absolutely nothing. And at that day, my Dad said something that he hasn’t to say. It hurted me. Till now. Even, in this moment my Dad still stay at hospital while I’m typing down this fucking feeling just to make it better.

All I know that my Dad has already change. Totally change. He wanted something huge in his life in the other hand all we (me, mom, and sisters) could effort never really enough to him. I will never be good enough for him. So do they (sisters and mom).

And the worst part is I will be very poor. Because Dad will sell all of his. All of his. Including our house. I mean Dad’s house. So, I have to keep focus on how it will be work when I decided to looking for good job so that I can handle this. This is really big deal for me. I’m not afraid to be broken, to be hurt even more than this because I know so well about the pain, about the feeling of rejection by your special Dad, about feeling nothing when you’ve gave so much to your precious Dad, about feeling anger that you always hiding in the bottom of your broken heart in order to never let another family see it. I felt that way. And right now I become a lil bit resistant. When pain will never take me down anymore, when tears will never let me apart in to million pieces, when all of sudden my dreams coming around and asked to be bring it to life again.

It’s November anyway. Still November. I still have so many plan to conduct.

And for you Jazz, thank you for always there when I feel nothing.

Rosalie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Now...

Karena hidup adalah sekarang. Bukan kemarin, bukan besok. Dan aku butuh waktu lama untuk menyadarinya. Secuil aku secara tidak sadar mulai hidup kembali dengan kemasan yang baru. Dengan raga yang baru. Dengan ketangguhan yang setiap hari kuamini di setiap doa atas nama orang-orang terkasih. Seperti itulah proses kehidupan, dari sebuah titik hingga menjadi kalimat. Dari sebuah aku sampai menjadi kita. Seperti itulah cara Tuhan menjaga keseimbangan semesta raya dengan rumus empirisnya.  Hidup akan mengikis siapapun yang memilih diam. Yang memilih   menggali lubangnya sendiri. Karena untuk mendaki ketangguhan dibutuhkan sedikit rasa berani. Hanya sedikit, agar manusia tidak menjadi begitu sombong. Hanya sedikit, karena Tuhan menciptakan semuanya sudah pada proporsinya. Tidak kurang. Tidak lebih. Maka, seperti itulah bahagia. Tidak pernah lebih, tidak pernah kurang. Lalu tentang hati, ada password yang harus mereka pecahkan untuk menjajahi hatiku, juga hatimu. Jangan ...

Cukup

Karena cinta itu cukup. Tak pernah lebih besar, tak pernah lebih kecil. Karena cinta itu memaafkan. Dan cinta tak pernah berhenti memaafkan. Namun, tidak semua seperti itu. Hanya berapa. Dan aku selalu mendapat bagian yang tidak dari beberapa itu. Aku tidak pernah dimaafkan. Aku tidak pernah memiliki kesempatan kedua untuk mencintai. Di saat semua sekat sudah terbuka dan mentari siap bersinar kembali, ternyata aku terlambat. Nampaknya aku memiliki hubungan yang kurang baik dengan waktu. Lalu senja, mana senja? Mana senjaku yang harusnya datang? Mana senjaku yang akan menghapuskan darah di sekujur tubuhku dengan senyumnya. Mana senja? Bahkan aku sudah sekarat. Dengan krat-krat minuman yang hampir membobol habis isi otakku. Senja tidak pernah datang. Karena aku tidak tahu, bagaimana rasa itu bisa lebur dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan aku selalu memupuknya setiap hari. Setiap malam aku hidangkan cerita, aku belai dengan penuh cinta agar ketangguhan itu tetap melekat sampa...

Hari ini kita tidak ada bedanya..

Hari ini. Hari dimana sebuah kata menjelma segumpal peluk hangat dan secangkir manisnya persaudaraan. Hari ini. Hari dimana seorang aku ternyata bukan hanya sebatas aku, tetapi tentang apapun itu yang menggantung di pundakku hingga kuku tanganku kaku karena membeku. Tidak seburuk itu, karena hidup ini bukan skripsi, jadi tidak ada revisi. Tidak seperti yang kau pikir di otak bebalmu itu, karena hidup ini memang tidak semudah itu.  Hari ini, lagi kumaknai hari dimana siapapun berhak memiliki dan berjuang atas nama sesuatu. Mobil mewah, apartemen megah, suami setia atau apapun yang mereka sebut cita-cita. Tidak ada batas, tidak ada beda. Kamu, yang menjadikanku pemilih dalam hidup. Pemilih atas sesuatu yang telah aku tentukan sebelumnya, akhirnya aku memilih jalanku. Jalanku yang kau bilang berliku. Tetapi kau selalu memegang pundakku dari jauh. Jangan sampai terjatuh, karena aku bahkan tidak bisa membedakan mana jurang mana jalan.   Itulah kau, yang kusebut nyawa baru bag...