Langsung ke konten utama

Bolpoint

Hanya sebuah bolpoint. Tidak lebih. Tetapi, aku mampu mengurai semua hamburan perasaan itu ke dalam sebuah cawan indah bernama tawa. Iya, aku tertawa. Seperti orang bodoh yang melompat-lompat kegirangan ketika menemukan mainan lucu. Tetapi, ini bukan mainan. Sudah aku bilang, hanya sebuah bolpoint. 

Bolpoint yang secara hormat aku serahkan dengan seribu satu jenis kembang api yang meletup-letup penuh semangat di dadaku. Terlebih, ketika kulitku bersentuhan dengan kulitnya. Sangat singkat. Teramat singkat untuk mengetahui sebuah fakta bahwa, ternyata tangan pria itu sangat halus.

Kemudian aku berpaling dari tatapannya. Malu.

Meski dalam hati aku ingin melihat ekspresi wajah itu sekali lagi. Sangat meneduhkan.
Mungkin hanya sekelebat berlalu sambil membawa sejumput senyum yang tertahan-tahan sudah bisa dijadikan bukti bahwa aku benar-benar telah berputar dua puluh kali. 

Atau mungkin ini yang disebut pasca drunk up dimana kau tidak akan pernah bisa membedakan antara jerawat dengan biji kacang atau kau tidak mampu membedakan antara jalan dan sekolan. 

Kau mungkin saja sedang terbang. Ragamu boleh berpijak di bumi, tetapi aku yakin jiwamu sedang jauh melesat ke kaki langit terjauh bagai roket berkecepatan tinggi.

Tuhanku yang baik, benarkah seperti ini rasanya? Ah, rasa apa ini namanya? Bukan rasa buah berry atau aroma Sabernet Sauvignon kesukaanku. Hanya saja, aku merasa aman.

-Masih wanita yang bersembunyi di balik bolpoint warna-warni-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IT'S STILL ABOUT PERSPECTIVE

"Dunia tidak kekurangan orang yang baik, dunia hanya kekurangan orang yang mau menghargai pilihan orang lain. Itu saja." Masih di gedung yang sama, masih bersama orang yang sama dengan kondisi yang masih sama, bedanya hari ini kita lebih 'segar' dalam memandang kehidupan. Bersama Jane. Aku pikir pertemuan ini akan menjadi pertemuan yang saling menguatkan, menginspirasi dengan jalan hidup masing-masing yang sudah hampir lima tahun lamanya tidak pernah terkait. Aku pikir kehidupannya akan sedikit lebih mudah, akan sedikit lebih ceria dan lebih mengesankan dari sebelumnya. Tetapi ekspektasiku tampaknya terlalu berlebihan untuknya. Tidak ada cokelat panas atau kopi susu hari ini. Hanya air putih dalam balutan gelas wine bening yang menawan. Yah, selera hotel ini masih tetap saja sama, meskipun beberapa orang telah berubah. Mode berubah, kebiasaan berubah, pemikiran orang-orang juga berubah, hampir setiap elemen kehidupan yang aku temui selalu ada revisi. Entah itu pembaha...

MIRROR MIRROR ON THE WALL

“the longest way of your journey is the way you looking up upon yourself…..” Aku terbangun di tengah hentakkan langkah kaki yang memekakkan telinga. Terhuyung diantara ratusan sistem saraf yang belum terpaut sempurna. Lalu terbayang diriku sedang terlena di depan cermin berukuran raksasa, cermin yang bahkan bisa aku masuki bersama dengan kawananku. Cermin yang ukurannya hingga membuatku harus mendongak tinggi. Sayangnya aku tidak terlalu tinggi untuk mencapai ujungnya. Cermin itu sedang menatapku dengan sinis, cermin itu sedang memalingkan pandangannya kepada sesuatu yang mungkin lebih menarik daripada bayanganku sendiri. Bayangan diriku yang kian kurus, kulitku yang kian menghitam karena digerogoti kenyataan yang kejam. Rambutku yang kian merapuh karena tidak pernah mengenal kelembutan.   Cermin itu hanya menatap sesekali, hanya memastikan aku masih ada disini. Berdiri dengan kedua kakiku yang kian gemetar. Berdiri dengan sisa-sisa ketegaran yang aku sesap sendiri dari pembulu...

Just Get It Out

Seperti biasa, aku sedang menulis diary di atas setir Ford Fiesta 2014 berwarna abu-abu itu dan tentu saja dengan alunan musik yang menyerupai suasana pub . Bedanya, aku hanya meneguk sekaleng soda, tidak ada Bourbon, Merlot, dan minuman beralkohol sejenisnya. Dear Diary, It’s been a long time, Ric. I can’t even handle this. Please, be home soon. Mom was gonna die missing you during this summer. With Love, Sister Seriously? Aku harus mengajar mata kuliah ini lagi? For three times? Aaaaaahhhhh, sial. Aku mengumpat melihat buku agenda mengajarku. Di sana tertulis dengan coretan tangan yang sangat tidak rapi : Mikrobiologi Molekuler kelas F, J, dan L. Nope , aku bukan dosen tetap. Belum. Aku hanya mahasiswa pasca sarjana yang secara tidak sengaja sering bergabung dengan tim peneliti di laboratorium dan entah sejak kapan aku direkrut menjadi dosen bantu di almamaterku. Dan aku juga dipercaya untuk menangani beberapa mahasiswa sebagai dosen wali mereka. That was a hal...