Langsung ke konten utama

Confession of a Broken Heart

Hari ini,  ah aku lupa hari ini tanggal berapa. Sudah sejak beberapa tahun terakhir aku tidak lagi menghitung hari dan menandai tanggal. Sudah lama juga aku mengurung segala lukaku di tempat yang sama. Di tempat yang tidak mungkin kau jamah, tidak mungkin mereka jamah atau bahkan tidak mungkin siapapun dari kalian mampu melihatnya. Aku menyembunyikannya di mataku.

Aku lupa untuk mengeluarkannya dan jadilah seperti ini. Membusuk dengan segala kenangan yang sangat menjijikkan. Dulu, mungkin sempat indah. Walau hanya sebatas “pernah”. Aku sudah menangguhkan segel itu dan jengjeeeng, aku akan mengeluarkannya sekarang. Malam ini juga. Ah, entah hari ini tanggal berapa aku lupa lagi.

Aku mulai berjalan ke tempat dimana aku dan segala kenangan itu pernah bercumbu dengan mesra sebelum sepenggal kata pamungkas mengakhiri segalanya, “Goodbye”. Aku mulai mengingat segala detail, aroma tubuh, guratan senyum dan juga derap kaki. Aku mulai berhenti bernyanyi dan banyak mendengar suara tangis yang pecah diantara dimensi tak terlihat itu. Tempat yang sangat dingin, sangat menakutkan, dan terlalu gelap untukku berjalan seorang diri. Tetapi aku tidak pernah sendiri. Aku berjalan bersama keberanianku.

Aku mulai merekam ulang segala yang pernah menjadi penghuni memoriku. Lalu aku pilah dan aku sisihkan berdasarkan tingkat disminoritasnya (baca: rasa sakit). Mungkin hari ini menjadi pilihan yang tepat, meski aku masih tidak ingat hari ini tanggal berapa. Karena hari ini aku sempat merasa dadaku seperti dibelah dan jantungku seakan dipasung. Ketika aku sekali lagi melihatmu di keramaian. Dan kita hanyalah anai-anai yang sedang tersesat di tempat yang salah. Itu saja. 

Aku menemukan banyak hal. Senyum yang tidak lagi semerekah dulu. Tangan yang tidak lagi sehangat semula. Meski aku tahu kau pasti sedang merasakan hal serupa. Tetapi, maaf. Harus aku tangguhkan sekarang. Sebelum luka itu merambat lebih jauh dan menggerogoti seluruh tubuhku. Karena aku sebenarnya tidak cukup berani bahkan untuk menatapmu. Aku tidak cukup yakin untuk membuatnya berarti lagi. Aku hanya ingin satu hal. Semuanya segera benar-benar berakhir. Bukan hanya pura-puramu atau pura-puraku. Aku hanya menginginkan satu stempel atas nama hati yang telah patah. Bahwasanya hati yang patah tidak akan tampak utuh seperti sediakala.

-Rosalie dengan segala pesakitan yang masih kurengkuh. Semoga benar-benar hilang dengan hangusnya kenangan itu-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Insomnia

Aku terlempar dan bepilinkan tanah. Ada kilatan cahaya yang tidak mampu ditangkap retina mataku. Terlalu silau. Aku melihatnya lagi. Aku berbicara dengannya lagi. Sosok yang kutahu bernama entah. Tetapi dia cukup menawan. Ah, bukan itu masalahnya. Dia sudah hampir tujuh hari menghancurkan siklus tidurku dan membangunkanku larut malam. Pesannya selalu sama, “Jangan menyerah dulu, aku segera datang.” Dan aku selalu mananyakan pertanyaan yang sama pula, “Apa maksudmu?” *** Hari ini aku terlambat lagi. Mengingat ada beberapa deadline yang harus terbengkalai gara-gara insomniaku belakangan ini, ah kacau semuanya. Aku menginjak pedal gas lebih dalam dari biasanya. Menyetir lebih liar dari biasanya. Dan aku berharap bapak-bapak polisi di perempatan jalan akan bersikap lebih kalem dari biasanya. Gedung pencakar langit ibukota telah terlihat, tetapi seperti biasa, bukan ibukota namanya kalau tidak macet. Tiga puluh menit setelah berjubel dengan kerasnya jalanan dan kepulan ...