Langsung ke konten utama

Jaket Hijau Toska dan Payung Merah

Hai, aku merindu lagi. Pada aroma parfum yang melekat erat di jaket berwarna hijau toska itu. Aku merindu lagi pada gelak tawamu ketika kau membuliku. Sungguh, baru kali ini aku merasakan indahnya dibuli. Mungkin karena itu kamu :).

Aku menatap tetesan air hujan di jendela kamarku yang dingin. Air itu menembus hingga ke bagian dalam. Sedangkan diluar aku lihat hujan sedang menari dengan tanah. Menciptakan riak-riak meriah yang tampak 
indah. Seperti itukah keindahan. Sederhana. Dan aku bisa menikmatinya walau tanpamu. 

Aku memikirkan dua hal ketika hujan. Kamu dan juga payung merah yang pernah membuat tubuh kita dekat untuk beberapa hitungan detik. Mungkin kamu telah lupa. Waktu itu kita hanyalah mahasiswa baru yang terlalu polos. Aku bahkan tidak mengenalmu tetapi aku mempersilahkanmu berlindung di payung merahku. Kau ingat sekarang? Betapa rambut basahmu saat itu tampak sempurna menghiasi wahah oval yang berseri itu. Kemudian, aku tahu bahwa kamu mahasiswa yang mengambil jurusan yang sama denganku. 

Mungkin kamu juga telah lupa ketika kamu mengetuk pintu rumahku dan mengembalikan payung merah itu. Aku sangat terkejut. Bagaimana kamu bisa mengetahui alamat rumahku. Kemudian aku tahu, ternyata diam-diam kamu mengikutiku ketika aku berjalan pulang ke rumah. Aku tahu itu kamu. Aku bisa merasakan keteraturan derap kaki itu. Aku bisa merasakan jantungmu yang bekerja lebih cepat dari biasanya. Aku bisa mencium aroma parfum di jaket hijau toska itu. Aku tahu itu kamu. Tetapi aku tidak ingin membuatmu malu dengan bertanya apakah itu benar-benar kamu. Ataukah aku hanya merasakan delusi yang terlalu liar. 

Aku merindu lagi. Kepada tawa riuhmu ketika kamu berhasil membuatku marah dengan membuliku. Aku masih ingat kamu selalu memanggilku dengan panggilan “Tembem” karena aku yah bisa dibilang sedikit ber-isi-lah. Jika sudah seperti itu, kamu akan mengacak-acak rambutku dan merayuku dengan es krim. Masih ingatkah kamu tempat favorit kita di pojokan taman? Tempat yang sangat nyaman untuk menikmati senja dan menjilat es krim. 

Hai, kamu? Sudah berapa lama aku tidak mengunjungimu lagi? Ah, aku masih sibuk dengan urusan pekerjaanku yang tidak pernah ada habisnya. Mungkin, kamu akan sedikit kaget tentang hal ini. Kamu tahu? Aku sudah bekerja sebagai manajer pemasaran di perusahaan Oil and Gas yeheeeeehehehe. Dan aku sudah bisa mewujudkan hal yang selama ini menjadi mimpiku. Berkerja menggunakan high-heel dan menyetir mobilku sendiri. Beberapa bulan lalu aku baru mendapatkan SIM A. Yeaaaaaaaaay :D. Kamu masih ingat dulu aku pernah menabrakkan mobilmu ke abang penjual siomay? Hahahahaahahahaha. Aku merindukan masa-masa itu wahai partnerku. 

Tenang saja, aku tidak pernah melupakanmu. Kamu akan menempati satu ruang tersendiri di dalam hatiku. Dan aku akan menjaganya. Sampai tiba saat itu. Tiba saat semua rindu  melebur menjadi peluk hangat. Tiba saat semua tetesan air mata menjadi sesungging senyum yang tulus. 

Tiba saat semua penyesalan menjelma menjadi ketangguhan yang dibalut dengan keikhlasan. Walau sejauh ini aku masih belum paham apa makna dari sebuah kata “ikhlas”. Tetapi aku akan belajar. Belajar melepaskan segalanya. Dan belajar mencintaimu dengan benar. Jaga dirimu baik-baik. Semoga kita bertemu di surga yang sama.

Love,
Rosalie \(^-^)/.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hai Januari

Hai, Januari. Bulan suciku. Bulan dimana aku 22 tahun yang lalu hanya seonggok daging yang bisa jadi dihidupkan. Atau bisa jadi kehidupan itu dibatalkan. Januari berbekas seperti sisi luka yang tidak pernah mereka tahu. Mereka hanya melihat, tidak menatap tajam. Mereka hanya lewat, tidak merapat. Bulan yang penuh hujan air mata. Ah, andai aku bisa membendungnya. Sedikit saja agar mata ini tidak membengkak kemudian mengumbar tanya. Ada apa dengan matamu? Kemudian aku buru-buru membungkusnya dengan kerutan senyum yang aku buat sendiri. Sembari mengucapkan aku tidak apa-apa versiku sendiri. Hai, Januari. Kau ingat lilin yang meleleh di pelataran tart mewah itu? Kau ingat bungkusan indah yang terbalut pita biru muda yang anggun? Aku masih mengingatnya, tetapi seingatku aku telah lama membuangnya. Bagiku semua itu sudah tidak ada pengaruhnya pada hati yang mulai meradang ini. Radangnya sudah bercabang, hingga membentuk kubangan luka yang ku sebut...

It's Just for Nothing

KARENA SEMUA INI PERCUMA. Percuma. Percuma setiap hari aku berharap kau membaca semua tulisanku. Percuma setiap saat aku berharap kau akan sadar bahwa aku ada untukmu. Percuma setip waktu aku berharap kau akan datang kepadaku. Benar-benar payah. Lebih baik aku lepaskan saja sosokmu itu. Yang dahulu merogoh masuk ke dalam jiwaku dan menembus menguliti dinding hatiku yang kelam. Sudah tidak berarti saat ini. Sudah tidak berpengaruh lagi. Hari ini aku putuskan untuk tidak lagi menjadi manusia menyedihkan bernama diriku. Bukankah seharusnya cinta itu diperjuangkan berdua, bukan sendiri? Aku terbahak dalam imajiku sendiri. Mengumpat pasrah tentang paradox rasa yang hingga saat ini masih susah aku cerna. Aku tersedak dalam stigma-stigma yang bahkan aku sendiri tidak paham tentangnya. Aku tersudut di ujung pikiranku yang tumpul. Aku tersisih di penghujung hatiku yang kian membeku.  Aku terbawa arus hingga ke seberang dan aku tidak mampu berenang, pun menyelam. Sem...

Pesan Singkat

12 November 2014 Tuhan, aku malu. Aku malu memandang wajah teduh yang menyilangkan senyum pasi itu. Aku malu melihat senyum yang sebaiknya tidak pernah kulihat itu. Aku terlampau malu hingga aku hanya bisa memandang jari kakiku sendiri. Tuhan, bolehkah aku melihatnya sekali lagi? Sebelum aku mengurung semua uap-uap memoar ini dalam bingkai kenangan? Hari ini aku berpikir kau tidak akan datang. Satu, dua, tiga, dan aku terus menghitung hingga detik ke sekian ribu. Aku masih saja belum mencium aroma tubuhmu. Aku kembali menghitung, dan pada hitungan kesekian aku teringat kembali serentetan kejadian yang seharusnya tidak pernah terjadi. Yang seharusnya tidak pernah berubah menjadi kenangan yang hanya akan usang dan berdebu seperti aroma rumah tua yang ditinggalkan penghuninya.  Aku kembali duduk santai di tempat duduk dimana aku mengerjakan tugas akhirku. Ada hasrat menghubungimu, tetapi untuk keperluan apa? Aku bahkan bukan partnermu. Aku hanyalah wanita dengan bol...