Langsung ke konten utama

Sabtu Malam dan Secangkir Kopi Maskulin



(Teman Sabtu Malamku)

Sabtu malam, aku menyukai sabtu malam. Entah sejak kapan. Aku mulai suka menyeduh kopi berwarna hitam yang mengebulkan asap tebal dan yummy aromanya sangat menggugah selera.

- Sabtu malam (ketika aku kecil), aku menyukai bersanding bersama pria paruh baya yang selalu kupeluk perutnya itu. Aku mulai menyukai sudut ruangan di rumahku yang sempat terabaikan selama beberapa tahun. Aku menyebutnya “our corner”. Iya, karena memang hanya ada aku dan pria itu.

- Sabtu malam, aku menyukai ide tentang mengitung bintang di atap rumahku. Dan beberapa elegi tentang senja yang sangat menarik. Bersama pria itu tentunya. Aku akan merajuk dan merengek minta tidur ketika malam mulai merangkul hingga ke ubun-ubun. Aku kecil sangat takut dengan gelap. Hahaha lucu sekali ketika mengingat anak sekecil diriku pada masa itu sudah menyukai aroma kopi yang terlalu maskulin.

- Sabtu malam (ketika aku beranjak dewasa), aku tetap menyukainya. Karena selama beberapa kali sabtu malam aku tidak perlu repot-repot menghabiskan uangku di tempat dugem atau di tempat makan dengan budget selangit selatan. Aku hanya perlu duduk manis, memegang secangkir kopi dan mulai bercerita. Antara dua hati yang saling terpaut dan enggan untuk saling menjauh. Walaupun, seringkali hidup yang mengatasnamakan kehidupan membuat manisnya menjadi sedikit getir.

- Sabtu malam ini, aku melewatkannya tanpa pria itu. Tanpa cerita tentang sepotong bintang dan sejumput senja. Tanpa aroma kopi maskulin yang selalu menggugah dendrit di sarafku untuk lebih siaga. Tanpa perut buncit yang selalu aku mainkan dan kucubit gemas sebelum akhirnya gelitikan pria itu justru mendarat bertubi-tubi di perutku. 

- Sabtu malam ini, aku masih merindukannya. Masih merindukan bagaimana aku dan pria itu menggunakan baju yang sama dan aku akan menirukan gayanya dalam menyruput kopi hitamku. Aku merindukan gelak tawa pria itu ketika ia lupa lirik ketika menyanyikanku sebuah lagu anak-anak.

- Sabtu malam ini, aku merindukannya. Lagi, lagi, dan lagi. Aku tahu sabtu malam tidak pernah berjalan ke belakang. Tetapi aku yakin, sabtu malam selalu menghadirkan kesempatan baru untuk memulai cerita yang baru.

-Rosalie dengan secangkir kopi yang maskulin buatan Bapak-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Puluh

Hai, sudah berkali-kali aku menemukanmu dalam kabar bisu. Bisu yang hanya aku yang mampu mendengarnya. Sudah selama inikah kita saling melempar senyum masam dan tidak lagi berjabat hati? Oh aku tahu, mungkin ada bagian hati lain yang telah mengoyak hingga mengeluarkan seluruh bagianku di hatimu. Benarkah? Entahlah, aku hanya tidak begitu percaya manusia akhir-akhir ini. Kau tahu? Semenjak kau pergi dalam sumur yang ku gali sendiri waktu itu, aku sering termenung dan memandang dalam-dalam sumur itu. Berharap kau muncul dengan bentuk lain yang lebih menyenangkan untuk hatiku. Tetapi, kita bahkan berada pada dimensi yang tidak sama, tidak pernah merasa satu gelombang atau bahkan satu frekuensi.  Hai kau? Sudah berapa kali kau melalui tanggal 30 bersama Muse-mu yang baru. Bahkan sehari pun aku tidak pernah berhenti memikirkanmu. Memikirkan betapa kejamnya dunia yang menyeret kita hingga hari ini aku bahkan tidak bisa melihatmu. Kau beranggapan aku yang menyakitimu, sedangkan aku...

i am ready to fly

"During these days, i know there's something burden my mind. I don't even think about it. This message, just the moment before anything's burn. Burning my dreams, burning your lies. I know that your scent which always blew up into the day when i came along. But then, i know one thing for sure. Everything is never exist since the day. Even now you  take her or not, that's no longer my case. Right before you said "i won't disappoint you", i knew everything is going to mess and broke.  Like they swim inside my heart, they'll never find where is my heart actually. I keep it save. Far away from human reach. And the moment before everything's gone, i promise i will not allow myself to take a little mind about anyone. I swear. Everything is just wasting my time. To get a better life after all this things happen to us. I don't even think about the pass or what. Because it means nothing to me." Regards, Dhe. But then the other side...

Put the Gun up, Warrior !!!

Masih terdiam sembari mendengarkan pria paruh baya itu berbicara. Dari gaya bicaranya sudah bisa dipastikan bahwa pria yang tepat duduk di sampingku itu adalah seseroang yang very well-educated . Aku, dengan sikap sopan dan sesekali menatap mata pria itu masih saja terhanyut pada cerita panjang kehidupannya yang terpaksa harus beliau ringkas karena Taman Dayu (tempatku turun dari bis malam itu) sudah cukup dekat. Setelah berterima kasih karena telah membayar ongkos bisku, aku pun pamit. Ah, semoga Tuhan memberkati pria baik yang akhirnya aku tahu adalah seorang dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di kotaku itu.  Aku turun dari bis malam, segera menghampiri seseorang yang sedang menghabiskan mocca float -nya di KFC Taman Dayu. Kami duduk berhadapan. Sedikit basa-basi kemudian saling memanjangkan lidah untuk bertukar cerita. Masing-masing dari kami tertawa, serius menyimak, tidak banyak menimpali, lebih banyak mendengarkan. Hal itulah yang selalu aku lakukan jika aku sed...